Anak sebagai korban radikalisme

Zaumi Sirad,Ssi.Apt Jubir PSI Bengkulu

Rentetan peristiwa bom bunuh diri di tiga gereja serta Mapolrestabes Surabaya, menyisakan pilu yang berkepanjangan bagi bangsa ini, bagaimana tidak, ada anak-anak yang tidak sepantasnya menjadi pelaku, ikut dilibatkan oleh sang orang tua.

Banyak pertanyaan dalam benak kita,bagaimana mungkin orang tua yang seharusnya melindungi anak malah sebaliknya mengorbankan anaknya menjadi “pengantin” bom di saat anak lainnya sedang bermain dan bergembira.

Sungguh sebuah tindakan di luar nalar kemanusiaan, mengajak anak berbuat kejahatan atas nama agama.

Hal ini terjadi saat orang dewasa terpapar dogma dan doktrin ekstrim yang membuat nalar dan logika tidak lagi berfungsi normal, sehingga tidak ada penyesalan untuk mengorbankan orang lain bahkan orang-orang terdekat yang dicintai (termasuk anak-anak).

Peran orang tua sangat penting dalam mengarahkan pemahaman ideologi anak. Dan sangat berbahaya, jika ideologi terorisme memasuki ruang keluarga.

Kita sangat menyesalkan tindakan keji orangtua yang telah mengorbankan anak-anak untuk menjadi pengantin bom bunuh diri.

Tidak ada pembenaran dari sudut pandang agama apapun untuk mengorbankan anak-anak tidak berdosa demi memenuhi nafsu orang tua yang telah terpapar doktrin terorisme.

Marilah kita sayangi dan lindungi anak-anak kita sesuai kewajiban kita sebagai orang tua.
Kita buat dunia yang lebih baik bagi mereka, dunia yang lebih toleran, cinta keberagaman dan cinta perdamaian.

Tanamkan nilai-nilai positif kepada anak, jauhkan mereka dari paham radikal, karena bangsa ini sangat membutuhkan anak-anak berkarakter kuat dan baik, agar Indonesia semakin hebat dimasa yang akan datang.

 

(Zaumi Sirad, Ssi.Apt) -Jubir PSI Bengkulu-