Politisasi Perpres Pekerja Asing

Ilustrasi Tenaga Kerja Asing

POLEMIK peraturan presiden terbaru tentang tenaga kerja asing (TKA) belakangan ini mengemuka.
Tidak sedikit yang menuding aturan itu memperlebar pintu masuk bagi pekerja asing.

Bahkan, perpres tersebut memicu wacana pembentukan panitia khusus atau pansus di DPR.
Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018 yang diteken Presiden Joko Widodo pada 26 Maret tersebut tidak dimungkiri memberikan kemudahan bagi badan usaha yang ingin mempekerjakan tenaga kerja asing.

Namun, bila saja pihak yang berprasangka buruk membaca terlebih dahulu isi perpres, bisa diketahui kemudahan itu dalam bentuk kepastian proses administrasi perizinan.

Dalam aturan sebelumnya, yakni Perpres No 72 Tahun 2014, tidak ditetapkan durasi proses perizinan penggunaan pekerja asing, sedangkan di perpres terbaru diatur.

Contohnya, pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) diberikan menteri atau pejabat yang ditunjuk paling lama dua hari sejak permohonan diterima secara lengkap.

Kepastian seperti itu tidak diberikan di perpres yang ditandatangani Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono. Perpres terbaru tentang TKA lebih mendetail, termasuk mengatur kompensasi penggunaan pekerja asing yang bahkan tidak disebut di perpres sebelumnya.

Kompensasi itu jelas memberikan pemasukan bagi negara.

Demikian juga dengan ancaman sanksi pelanggaran aturan, yang ditegaskan sesuai dengan amanat Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Sanksi pelanggaran memang tergolong ringan, maksimal hanya empat tahun penjara dengan denda paling banyak Rp400 juta.

Itu menjadi tugas pembuat undang-undang.
Pengawasan TKA pun dijabarkan lebih rinci dalam Perpres 20/2018, siapa saja pihak yang bertanggung jawab.

Ini bisa ditangkap sebagai respons pemerintah atas kegelisahan masyarakat tentang keberadaan pekerja asing ilegal.

Satu hal yang perlu menjadi catatan, tidak ada perubahan dalam hal kategori posisi dan pekerjaan yang boleh diisi pekerja asing.

Akses yang lebih lebar kepada pekerja asing sebetulnya telah lama diatur dengan Keputusan Presiden No 75 Tahun 1995 yang terbit di era Presiden Ke-2 RI Soeharto.

Seiring dengan itu, spirit untuk lebih mengutamakan penggunaan tenaga kerja lokal di semua bidang dan jenis pekerjaan selalu menjadi pegangan.

Penggunaan pekerja asing sudah sangat jamak di hampir seluruh negara di dunia.

Menurut data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Indonesia pada tahun lalu menempatkan tidak kurang dari 148 ribu tenaga kerja di luar negeri.

Terbanyak ada di Malaysia, Taiwan, dan Singapura. Di saat bersamaan, ada sekitar 126 ribu TKA di Indonesia.

Yang perlu diingat, pembatasan TKA harus tetap diterapkan pemerintah.

Harus diakui pula, tidak mudah mengawasi penggunaan TKA sehingga partisipasi berbagai pihak untuk ikut memonitor tentu akan cukup membantu.

Namun, hati-hati, jangan panasan dan mudah diprovokasi karena senyatanya Perpres TKA itu tengah dijadikan alat untuk menyalurkan syahwat politik.

Daripada memolitisasinya dengan membikin pansus segala, lebih baik anggota dewan yang terhormat mengawasi pelaksanaan perpres tersebut.(Sumber Media Indonesia)