Konsorsium: Selamatkan Bentang Alam Seblat, Habitat Terakhir Gajah Sumatera

Bentang Alam Seblat

Kondisi Bentang Alam Seblat yang merupakan habitat terakhir Gajah Sumatera di Provinsi Bengkulu. Foto/Dok

Interaktif News - Memperingati Hari Gajah Sedunia Tahun 2023, Konsorsium Bentang Alam Seblat yang terdiri dari Kanopi Hijau Indonesia, Lingkar Inisiatif Indonesia dan Genesis Bengkulu melaksanakan kegiatan Elephant Camp di lapangan wisata Desa Suka Baru Kecamatan Marga Sakti Sebelat Kabupaten Bengkulu Utara, Sabtu (12/8/2023) - Minggu (13/8/2023).

Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan Kanopi Hijau Indonesia, Erin Dwiyanda menyampaikan, peringatan hari gajah sedunia ini dihadiri oleh mahasiswa, pegiat lingkungan dan komunitas dari berbagai daerah di Provinsi Bengkulu mengambil tema “Sekarang atau Tidak Sama Sekali, Bentang Seblat untuk Masa Depan”.
Kegiatan ini dikemas dalam sarasehan, aksi teatrikal, traktir gajah dan hiburan. 

“Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan dukungan dan partisipasi publik dalam menyelamatkan bentang alam seblat yang merupakan habitat alami gajah Sumatera tersisa di Provinsi Bengkulu, dari ancaman kegiatan industri ekstraktif dan tindakan destruktif lainnya” ujar Erin.

Erin menambahkan, kegiatan ini merupakan salah satu bentuk ungkapan kekhawatiran terhadap kondisi kawasan Bentang Alam Seblat, yang merupakan habitat gajah tersisa semakin hari semakin pora-poranda. Ancaman lain adalah penerbitan izin tambang batu bara PT Inmas Abadi di habitat gajah di Bentang Seblat.

"Penggunaan lahan tanpa izin, seperti pembalakan dan perambahan serta rencana pertambangan batubara PT Inmas Abadi merupakan ancaman yang nyata bagi bentang seblat dan populasi gajah yang tersisa," kata Erin.

Berdasarkan data Konsorsium Bentang Alam Seblat dalam kurun waktu 1 tahun terakhir, setidaknya sebanyak 115 titik aktivitas ilegal berupa pembalakan dan perambahan terjadi di bentang alam seblat.

Pada Februari 2023, tim patroli kolaboratif menemukan 1 unit alat berat jenis Excavator merk CAT di Hutan Produksi (HP) Air Teramang yang digunakan untuk membuat terasering. 

Di sekitar lokasi temuan ini, ratusan hektar hutan telah menjadi kebun kelapa sawit serta pada bulan September 2022 lalu ditemukan 1 ekor gajah di HP Air Rami yang menggunakan GPS Colar mati dengan indikasi gajah terkena infeksi dengan bukti adanya lubang dibagian telapak kaki dan pergerakan terakhir gajah berada disekitar PT Alno Agro Utama.

Penanggungjawab Konsorsium Bentang Alam Seblat, Ali Akbar menyatakan bahwa aktivitas ilegal ini, merupakan salah satu dampak dari tidak ada ketersediaan lahan untuk petani dan situasi ini dimanfaatkan oleh sekelompok orang yang menjadikan petani sebagai tameng dari aktivitas ilegal yang dilakukan.

“Informasi lapangan yang didapatkan oleh konsorsium, ada aktor elit yang memiliki lahan didalam kawasan hutan, mulai dari tingkat lokal seperti kepala desa, oknum aparat penegak hukum, legislatif dan eksekutif di lingkaran Kabupaten Mukomuko dan Bengkulu Utara,” ungkap Ali.

Ali juga menegaskan dari situasi ini perlu ditegaskan kepada BKSDA Bengkulu untuk melakukan pengetatan pengawasan terhadap populasi gajah tersisa dan DLHK mulai menjalankan agenda penegakan hukum dari temuan konsorsium yang sudah dilaporkan untuk memastikan tidak ada pembukaan lahan baru di dalam kawasan hutan.

“Kami menyatakan bahwa garda terdepan penyelamatan satwa dan habitatnya berada di tangan komunitas, sebagai penjamin keseimbangan ekologis. Peran aktif komunitas untuk melaporkan kejahatan kehutanan dan satwa menjadi hak yang penting untuk dilaksanakan” kata Ali.

Aza Khiatun Nisa, Mahasiswa Jurusan Filsafat Universitas Gajah Mada yang ikut dalam kegiatan ini mengatakan, ruang diskusi dan distribusi informasi seperti yang dilakukan dalam kegiatan “Elephant Camp” ini sangat dibutuhkan.

"Tema yang diangkat dalam kegiatan ini begitu mencekam, seakan kita sedang berteriak pada korporasi, ada ganeshasentris dalam ekosentris. Korporasi yang menyengsarkan banyak elemen, jadi kita harus rapatkan barisan , mengikat lebih erat untuk menyelamatkan Bentang Seblat,”ujar Aza.

Bentang Seblat dengan luas 323.000 hektar, dengan fungsi utama sebagai penyangga sumber penghidupan komunitas yang hidup mulai dari Kecamatan Ketahun Kabupaten Bengkulu Utara sampai dengan Kecamatan Lubuk Pinang Kabupaten Mukomuko. 

Wilayah ini menjadi hulu dari sungai-sungai besar yakni Sungai Ketahun, Sungai Seblat dan Sungai Manjunto dan terbagi menjadi beberapa daerah aliran sungai (DAS) yakni DAS Teramang, Retak, Ipuh, Air Rami, Seblat, Sabai dan Senaba.

Selain itu, wilayah ini juga menjadi wilayah kehidupan satwa kharismatik seperti harimau dan gajah Sumatera.

Gajah Sumatera merupakan salah satu satwa dilindungi menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta masuk dalam kategori Critically Endagered atau terancam punah menurut IUCN.

Gajah juga berperan penting dalam rantai makanan kelas satu yang memiliki peran penting bagi keseimbangan jaringan makanan dan aliran energi. Gajah juga termasuk spesies payung yang dapat membantu persebaran biji tanaman dan melindungi berbagai spesies lainnya.

Saat ini, populasi gajah yang tersisa di bentang alam seblat diperkirakan sekitar 40 sampai 50 ekor.

Editor: Alfridho Ade Permana