Bangunan Cagar Budaya Kantor Pos Kota Bengkulu yang dialih fungsikan menjadi resto dan tempat wisata kuliner. Foto/Dok
Interaktif News – Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Bengkulu menyesalkan dan sangat menyayangkan situs Cagar Budaya kantor Pos yang terletak di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Kampung, Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu dialih fungsikan menjadi resto atau tempat wisata kuliner.
Ketua TACB Kota Bengkulu Martina Nengsih mengatakan, seharusnya bangunan bersejarah peninggalan kolonial Inggris tersebut di revilitasi sesuai dengan bentuk aslinya atau dijadikan destinasi wisata sejarah seperti museum atau tempat edukasi, mengacu pada UU nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar budaya sebagai upaya perlindungan dan pelestarian sejarah.
Martina menyebut, pemanfaatan cagar budaya kantor pos harus melalui beberapa tahapan, analisa dan kajian. Tidak bisa dilakukan hanya sepihak saja yang memberikan izin, semua proses harus dilalui dan dipatuhi serta berdasarkan rekomendasi dari pemerintah daerah sesuai dengan peringkat Cagar Budaya yang telah ditetapkan.
“Sebenarnya ini sudah menjadi perhatian kami, sangat memprihatinkan jika cagar budaya eks kantor pos tersebut dijadikan tempat wisata kuliner. Sebab ada beberapa tahapan, analisa dan kajian-kajian yang perlu diperhatikan jika akan dilakukan revitalisasi. Jangan sampai pemanfaatan cagar budaya merubah nilai artistik dan estetika bangunan,” ujar Martina, Jumat (2/11).
Ia menuturkan bahwa, bangunan eks kantor pos yang dibangun tahun 1817 pada masa pemerintahan Inggris itu telah ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya peringkat Kota Bengkulu dengan SK Walikota Bengkulu nomor: 188/2022 dan registrasi daerah dengan nomor: reg/Bengkulu/BCB/08/2021 serta ditetapkan sebagai Cagar Budaya Nasional berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.91/PW.007/MKP/2011.
Dijelaskannya, pemanfaatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud oleh UU Nomor 11 Tahun 2010 menyebutkan bahwa Pemanfaatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan izin pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan peringkat Cagar Budaya dan masyarakat hukum adat yang memiliki atau menguasainya.
“Kami menyesalkan tindakan langkah revitalisasi kantor pos bangunan cagar budaya itu tanpa adanya koordinasi, pengkajian, dan tahapan-tahapan sesuai peraturan yang semestinya. Karena jika asal-asalan dipugar, di khawatirkan dapat merusak bangunan asli dan menghilangkan jejak nilai historisnya,” kata Martina.
Lanjutnya, memang PT Pos Indonesia selaku pemilik aset dapat memberikan izin pemanfaatan kepada pengelola, namun juga harus ada dan wajib berpedoman melalui rekomendasi dari pemerintah daerah yakni pemerintah Kota Bengkulu sesuai SK penetapan peringkat Cagar Budaya selaku pemilik wilayahnya.
”Kantor pos sendiri tidak mempedomani SK yang telah dikeluarkan Walikota terkait penetapan cagar budaya itu, mungkin karena itu kewenangan mereka, merasa milik. Tetapi tetap, harus berpegangan bahwa bangunan itu merupakan situs cagar budaya yang dilindungi Undang-undang, jadi membuat keputusan tidak bisa disimpulkan sendiri, harus melibatkan banyak pihak-pihak lain yang terkait,” tegas Martina.
Dirinya juga mengatakan bahwa pihak pengelola belum berkoordinasi hingga saat ini, mestinya itu dilakukan, sebab yang dikelola untuk tempat kuliner tersebut merupakan cagar budaya di wilayah kota Bengkulu, karena pemerintah daerah memiliki kewenangan sekaligus berkewajiban untuk melindungi dan melestarikan.
“Sampai saat ini pihak pengelola belum ada koordinasi dengan pemerintah kota Bengkulu. Seharusnya mereka komunikasi terlebih dahulu, karena tempat kawasan lahan yang dimanfaatkan merupakan wilayah kota Bengkulu. Semua ada aturannya, kajian dan tahapan-tahapan proses yang harus dilalui terlebih dahulu,” tandasnya.
Reporter: Alfridho Ade Permana