Mewujudkan Green Leadership di Kalangan Generasi Muda

green leadership

Komunitas pencinta lingkungan di Bengkulu sedang menanam pohon, Foto: Dok/Irfan Arief

Interaktif News - Kepemimpinan berwawasan lingkungan (green leadership) berangkat dari sebuah pemikiran bahwa masalah sumber daya alam dan lingkungan hidup serta kehutanan Indonesia sangat kompleks dan memerlukan perhatian semua elemen bangsa, termasuk generasi muda. Indonesia membutuhkan generasi penerus sebagai pengelola lingkungan hidup dan kehutanan ke depan, yang dibekali pendidikan, pengetahuan dan leadership.

“Mereka adalah awal dari potensi untuk membangun dan menjaga lingkungan hidup, sebagai generasi muda yang mencintai Indonesia,” ungkap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, dalam keterangan resmi, Senin (24/5/2021).

Green leadership adalah kemampuan dari seorang individu pemimpin dalam menentukan kebijakan yang pro lingkungan dan dapat memengaruhi serta memobilisasi individu lain dalam organisasi untuk mendukung kebijakan pro lingkungan tersebut. Kualitas lingkungan akan menentukan masa depan, karena akan berdampak terhadap kualitas hidup manusia, seperti ekonomi, ketahanan pangan, dan lainnya.

Selain itu, pengetahuan yang dimiliki, teknologi, perilaku serta komitmen juga menjadi faktor penting dalam keberlanjutan dan kualitas interaksi dengan lingkungan, di mana generasi muda saat ini sebagai penentu. Sebagai negara yang sedang menikmati bonus demografi, Indonesia kini memiliki jumlah anak muda potensial penggerak perubahan yang sangat banyak.

Berdasarkan statistik, dari 270 juta penduduk Indonesia, sekitar 25,87 persen adalah generasi milenial (usia sekarang 24–39 tahun) dan 27,94 persen adalah generasi Z (usia 8–23 tahun). Potensi yang mereka miliki berupa idealisme, mobilitas tinggi, dan dinamis, kepedulian dan kesetiakawanan sosial, inovatif dan kreatif, serta keberanian dan keterbukaan dapat dimaksimalkan untuk menjadi penggerak pelestarian sumber daya alam dan lingkungan Indonesia ke depan.

“Di era sekarang, generasi X (usia sekarang 40–55 tahun) pada umumnya merupakan pemimpin puncak di berbagai organisasi/perusahaan, generasi milenial sebagai manajemen madya dan generasi Z menjadi angkatan kerja baru,” ungkapnya.

Sebagai generasi penentu, Siti mengatakan, generasi muda dapat terlibat langsung dalam aksi nyata upaya pelestarian lingkungan. Misalnya, peran dalam pengelolaan sampah dan limbah, generasi muda dapat bergerak bersama-sama menjadi ecopreneur, menerapkan konsep sirkular ekonomi, serta dapat mendorong upaya pengelolaan sampah dan limbah berkelanjutan.

Selain itu, dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, generasi muda juga dapat berpartisipasi dengan terus menanam dan memelihara pohon. Dalam hal penegakan hukum LHK, generasi milenial dapat berperan sebagai agent of change. Mereka dapat berperan aktif dalam diskusi terbuka; kampanye melalui media sosial; pengawasan sosial; agent of iron stock; serta penyampaian informasi dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Bahkan generasi ini dapat berpartisipasi dalam pengendalian karhutla dengan menanamkan kesadaran pada diri sendiri untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan, membuat dan menyebarkan konten atau opini positif dan konstruktif di media sosial yang mendukung pelestarian alam dan lingkungan; dan proaktif melakukan kampanye dan sosialisasi langsung di desa rawan karhutla dan kunjungan ke sekolah; serta berpartisipasi dalam pengembangan inovasi pengendalian karhutla. Misalnya, zat aditif untuk pemadaman di lahan gambut.

“Sangat baik ketika ada satu generasi yang menjadi pionir bagi kepedulian terhadap isu lingkungan. Untuk itu, sangatlah diperlukan dukungan dan perhatian dari generasi yang lebih matang untuk membuat generasi ini tetap pada jalannya yang idealis,” tegas Siti.

Program Green Leaders Indonesia diinisiasi oleh Institut Hijau Indonesia. Program itu akan memfasilitasi anak muda sebagai generasi penerus bangsa agar memiliki perspektif keadilan sosial dan lingkungan hidup dan keberpihakan kepada lingkungan hidup. Program ini ingin menjaring calon pemimpin yang berasal dari beragam latar belakang agar semua segmen dalam masyarakat memiliki calon pemimpin yang punya prespektif green dan keberpihakan nyata bagi penyelamatan dan pelestarian lingkungan hidup.

Pembelajaran ini sepenuhnya akan dilaksanakan secara daring (online), melalui platform digital seperti zoom atau platform virtual lainnya. Pada setiap sesi pertemuan akan menghabiskan kurang lebih 180 menit pembelajaran tatap muka virtual, dengan rincian 120 menit ceramah dan tanya jawab dan 60 menit akan diisi oleh FGD. FGD diadakan untuk membantu mengasah keterampilan dan pengetahuan para peserta setelah mendengarkan pemaparan dari narasumber.

Para peserta didik akan ditemani oleh para leaders, akademisi, praktisi, dan aktivis yang memiliki rekam jejak panjang dalam bidang masing-masing.  Sejumlah nama yang disebut sebagai teman belajar, antara lain, Menteri KUKM Teten Masduki, Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Menteri LHK Siti Nurbaya, Wamenlu Mahendra Siregar, Menteri Desa PDTT A Halim Iskandar. Juga ada nama Imam B Prasodjo, Yudi Latif, Profesor Arif Satria, Profesor Jimly Assidiqie,  Sarwono Kusumaatmadja, Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengkubuwono X, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni, Chalid Muhammad, Nur Hidayati, Briggita Isworo, Ridha Saleh, Dani Setiawan, Rahmawati Winarni, Siti Maemunah, Hendri Saparini, Noer Adi Wardojo, Laksmi Dhewanthi, dan lainnya.

Sumber: Indonesia.go.id
Editor: Iman SP Noya