Gubernur LIRA Bengkulu, Magdalena Mei Rosha, Foto: Dok
Interaktif News – Pernyataan Kejaksaan Tinggi Bengkulu yang akan mempidanakan PT Injatama atas perusakan jalan milik Provinsi Bengkulu ditagih berbagai pihak, salah satunya disampaikan Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Provinsi Bengkulu. Mereka meminta Kejati Bengkulu tegas terhadap perusahaan tambang batu bara tersebut dengan segara memproses tindak pidananya.
Gubernur LIRA Bengkulu, Magdalena Mei Rosha mengatakan, sejak awal pihaknya sanksi dengan komitmen PT injatama yang akan mengganti rugi kerusakan jalan sepanjang 2,7 Km milik Provinsi Bengkulu tersebut. Rekam jejak PT Injatama yang kerap bermasalah memperkuat dugaan mangkirnya perusahaan dari kesepakatan.
“Kami sejak awal meragukan perusahaan ini akan menepati janjinya tapi waktu kasus ini mencuat kami masih berpikir positif agar akses jalan milik warga Bengkulu Utara itu bisa kembali. Faktanya sampai dengan saat ini pergantian itu tidak selesai” kata Ocha.
Sebelumnya kata Ocha, Kajati Bengkulu Bengkulu sempat membuat pernyataan akan mempidanakan PT. Injatama apabila tidak segera mengganti jalan sesuai dengan hasil negosiasi dengan Pemprov Bengkulu. Pernyataan itu disampaikan kajati usai membahas legal opinion terkait PT Injatama bersama Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah.
“Ada pernyataan dari Kajati yang akan mempidanakan Injatama apabila dalam tempo 2 bulan masalah ini tidak selesai. Sekarang kami menagih pernyataan itu, ini sudah lewat dua bulan” kata Ocha.
LIRA lanjut Ocha, akan konsisten mengawal masalah tersebut hingga tuntas. Termasuk melaporkan secara resmi ke aparat penegak hukum. Pihaknya tidak akan menunggu kerusakan jalan diganti atau tidak oleh PT. Injatama.
“Faktanya sudah jelas, sepanjang 2,7 kilo jalan dirusak dan dialihfungsikan oleh Injatma. Pertama ini kejahatan pertambangan, kedua ini jelas perusakan aset negara. Kami akan melaporkan masalah ini ke Kejagung bisa ke KPK tanpa harus menunggu dulu jalan itu diganti atau tidak. Kejahatan itu nyata seharusnya kejati segara menindak” ujar Ocha.
Kasus ini mencuat setelah ramai diberitakan adanya perusakan jalan di kawasan Desa Pulau Payung, Bengkulu Utara oleh perusahaan tambang batu bara, PT. Injatama. Jalan yang menjadi akses warga 14 desa itu dirusak PT Injatama dan dialihfungsikan menjadi kawasan pertambangan.
Terkait masalah ini, Gubernur Rohidin Mersyah pada Juni lalu telah melakukan upaya hukum dengan meminta legal opinion (LO) ke Kejati Bengkulu hingga disepakati jalan yang rusak akan diganti sesuai volume. Hanya saja kesepakatan itu tak kunjung dipenuhi dan Pemprov Bengkulu memutuskan untuk menutup aktivitas pertambangan batu bara milik PT Injatama.
“Kami juga minta Pemprov Bengkulu segera melakukan upaya hukum, baik pidana maupun perdata segera lakukan gugatan ke Injatama. Jangan sampai kasus ini mandek di tengah jalan karena kerugian negara sudah jelas” kata Ocha.
Jalan Rusak Sejak Tahun 2020
Warga Desa Pulau Payung Bengkulu Utara pada tahun 2021 lalu sempat mempersoalkan perusakan jalan oleh PT Injatama. Perwakilan warga setempat bahkan sempat berkirim surat ke Gubernur Bengkulu lantaran PT. Injatama mengalihfungsikan jalan warga menjadi kawasan pertambangan.
Perwakilan warga, Agus Purwanto kala itu mengatakan, jalan tersebut merupakan akses utama masyarakat untuk mencapai ke jalan utama. Akibat relokasi yang dilakukan PT. Injatama, warga setempat terpaksa melalui jalur alternatif yang dibuat perusahaan dengan kondisi seadanya.
“Jalan itu merupakan jalan bersejarah, eks peninggalan penjajahan. Tahun 2020 lalu lebih kurang 3 kilo dibabat habis untuk jadi lahan tambang batu bara. Pertanyaannya siapa yang memberikan izin atau rekomendasi ke Injatama untuk memindahkan jalan itu” kata Agus kala itu.
Agus yang sempat bertemu dengan manajemen PT Injatama mengatakan, pihak perusahaan sempat mengklaim relokasi sudah mendapat rekomendasi dari gubernur. Hanya saja, saat dimintai bukti pihak perusahaan tidak dapat menunjukan.
“Kami bersama perwakilan masyarakat sempat bertemu dengan pihak Injatama untuk mempertanyakan perizinan pemindahan jalan itu. Menurut mereka sudah ada rekomendasi dari gubernur tapi saat kami minta bukti, pihak perusahaan mala meminta kami menanyakan langsung ke gubernur” kata Agus.
Selain itu, warga setempat juga mempersolakan aktivitas pertambangan milik Injatama yang beroperasi di luar konsesi lahan. Bahkan aktivitas tambang Injatama sempat beroperasi persis di bibir sungai Ketahun. Akibatnya sering terjadi jalan longsor dan penyempitan alur sungai. [RS]