Klepon dan Pilkada

Klepon Islami

Klepon, Poto;Dok/IG @kokofoodhunter

Oleh: Elfahmi Lubis
Klepon merupakan makanan dan jajanan khas nusantara, yang rasanya manis, gurih, dan terasa kenyal di lidah. Jajanan yang terbuat dari bahan dasar beras ketan campur gula merah didalamnya sangat mudah ditemui di pasaran, terutama di toko-toko kue sampai diemperan. Biasanya kalau di bulan puasa, jajanan klepon paling banyak diburu para penyuka kuliner tradisional. Namun, kini kue klepon menjadi terkenal lho di jagat media sosial  tanah air, bahkan di twitter kue klepon sempat menjuarai tranding topic. Lho apa pasalnya, ini berawal dari ciutan akun twitter @memefess.  

Akun tersebut menyebutkan jika jajanan tradisional bertabur kelapa itu bukanlah jajanan Islami. Diunggahan gambar itu, tampak tulisan "Kue klepon tidak Islami. Yuk, tinggalkan jajanan yang tidak islami dengan cara membeli jajanan islami, aneka kurma yang tersedia di toko syariah kami."  
 
Walhasil cuitan itu langsung membuat geger warganet. Berbagai meme kocak seputar klepon akhirnya bersileweran di beranda media sosial, misalnya "lho sejak kapan klepon punya agama?", "sekarang klepon sudah mualaf", "klepon atheis ya", dan banyak lagi komen kocak lainnya. 

Dalam konteks psikologi dan komunikasi massa, fenomena seperti ini menunjukkan bahwa masyarakat kita sedang dalam kondisi galau, sehingga ketika ada isu yang dianggap nyeleneh langsung menjadi viral. Dimana percakapan atas isu tersebut menyerempet dan dihubung-hubungkan pada wilayah emosi dan private publik. Misalnya, dihubungkan dalam isu ideologi, agama, dan identitas lainnya. Kondisi ini jelas sangat  kontraproduktif dan tidak mengedukasi. 

Apakah ini karena kondisi masyarakat yang sedang labil dan stress dengan keadaan ekonomi yang tidak menentu sebagai akibat dampak pandemi COVID-19? Sehingga mudah sekali emosinya dimainkan oleh isu-isu remeh temeh seperti klepon ini. Namun, lebih jauh dari itu melului tulisan ini saya ingin mengajak publik terlibat dalam wacana klepon dengan Pilkada? Mungkin terasa aneh dan bertanya, apa hubungan klepon dengan Pilkada? 

Saya ingin mempercakapkan tekstur  klepon yang kenyal dan manis, tapi tiba-tiba bisa saja gula merah didalam muncrat mengotori baju dan badan kita, dengan fenomena di Pilkada yang lebih suka jual cassing (kulit) figur dibandingkan isi atau kualitas figur sebenarnya. Dalam setiap Pilkada, para calon lebih suka jual kecap dan obral janji dengn segala polesan yang mengelabui. Aslinya pongah, sombong, dan rakus, tiba-tiba menjelang Pilkada menjelma seolah-olah menjadi figur santun, merakyat, dan bersahaja dengan dibungkus polesan kata-kata, foto-foto di baliho, dan narasi-narasi di media. Kita tidak mau figur pemimpin yang akan kita pilih seperti klepon, kenyal dan manis saat dikunyah tapi tiba-tiba bisa muncrat mengotori badan kita.

*Penulis adalah Dosen Ilmu Kewarganegaraan di Univeristas Muhammadiyah Bengkulu