Tambang PT Inmas Abadi Ancaman Nyata bagi Gajah Sumatra

Koalisi Seblat

Aksi Selamatkan Bentang Seblat, Foto: Dok

Interaktif News - Koalisi Selamatkan Bentang Seblat kembali melayangkan surat ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya. Surat kali ketiga tersebut kembali meminta KLHK tidak memproses Amdal tambang batu bara PT Inmas Abadi di habitat terakhir gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) di Bentang Alam Seblat, Bengkulu Utara.

Anggota Koalisi Bentang Seblat dari Kanopi Hijau Indonesia, Erin Dwiyanda mengatakan, surat pertama pada Oktober 2018 disertai dengan aksi penolakan rencana penambangan yang dipusatkan di Pusat Latihan Gajah (PLG) Seblat di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat.

Surat kedua menyusul pada 2021 disertai dengan aksi damai mendesak pemerintah mencabut izin pertambangan PT Inmas Abadi sekaligus mengajak publik meningkatkan kesadaran melestarikan gajah Sumatera dan habitatnya yang dipusatkan di Kota Bengkulu.

“Ada kontradiksi kebijakan dalam pelestarian gajah Sumatera dimana satu sisi ada proyek perlindungan habitat dan peningkatan populasi sedangkan sisi lain ada kebijakan yang bisa menggagalkan itu, termasuk izin tambang batu bara PT Inmas Abadi,” kata Erin.

Anggota koalisi dari Shelter 28, Afri Yaka mengatakan, mengizinkan pengerukan tambang batu bara di Bentang Seblat sama artinya dengan mempercepat kepunahan Gajah Sumatera. Mencabut izin tambang PT Inmas Abadi adalah solusi mutlak agar habitat Gajah Sumatra di kawasan Seblat tetap terjaga.

Kampanye koalisi telah mendapat dukungan dari Gubernur Bengkulu yang pada 2021 telah menyurati Menteri ESDM untuk meninjau ulang izin yang diberikan kepada perusahaan tambang PT. Inmas Abadi.

Selain meminta Menteri Siti tidak melanjutkan penyusunan dokumen Amdal, Koalisi Selamatkan Bentang Seblat yang beranggotakan 64 organisasi juga meminta KLHK tidak memberikan persetujuan penggunaan kawasan hutan oleh Inmas Abadi.

Total 4.051 hektar Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Inmas Abadi, 735 hektare diantaranya berada di kawasan TWA Seblat, 1.915 hektare berada di HPT Lebong Kandis dan 540 hektare berada di hutan produksi konversi. Area seluas 1.915 Ha yang berada di HPT Lebong Kandis merupakan koridor atau lintas migrasi satwa kunci Gajah Sumatera.

Direktur Yayasan Genesis Bengkulu, Egi Saputra yang juga anggota koalisi mengatakan, seluas 79 persen konsesi izin PT Inmas Abadi berada dalam kawasan hutan. Bahkan konsesi dengan tutupan hutan alami seluas 1.318 ha.

“Mayoritas konsesi berada dalam hutan maka penambangan akan menimbulkan kerusakan lingkungan dan pencemaran air yang mempercepat laju erosi pada daratan sembilan desa di bantaran Sungai Seblat bahkan persawahan masyarakat empat desa terancam,” kata Egi.

Hadirnya tambah ini menurut Egi akan meningkatkan angka deforestasi dan bertentangan dengan komitmen Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca.

Adapun beberapa alasan Koalisi meminta Menteri Siti Nurbaya untuk tidak melaksanakan proses penyusunan dokumen AMDAL atas nama PT Inmas Abadi berdasarkan IUP SK I-315.DESDM Tahun 2017 adalah sebagai berikut:

1. Bentang Alam Seblat sudah ditetapkan sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Sumatera yang telah disahkan oleh Gubernur Bengkulu.

2. Kawasan Bentang Seblat merupakan Kawasan Ekosistem Esensial pertama di Indonesia yang telah mendapatkan dukungan baik dari tingkat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang Ibu pimpin maupun Gubernur Bengkulu dengan mengeluarkan SK No. S.497.DLHK Tahun 2017.

3. Bentang Alam Seblat adalah rumah terakhir satwa kharismatik bagi harimau Sumatera dan satwa langka dilindungi lainnya.

4. Sungai Seblat merupakan sumber air bagi 279 ha sawah dan sumber air bersih bagi warga sembilan desa (Desa Suka Maju, Desa Suka Baru, Desa Suka Merindu, Desa Suka Medan, Desa Karya Bakti, Desa Suka Negara, Desa Karya Jaya, Desa Talang Arah, dan Desa Pasar Seblat), serta sumber ekonomi nelayan air tawar di Kecamatan Marga Sakti Sebelat dan Putri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara.

5. Sekarang ini sedang dikonsepkan pariwisata berbasis bentang alam di Pusat Latihan Gajah Seblat di Taman Wisata Alam Seblat.

Editor: Irfan Arief