Prof. Dr. Ir Atra Romeida M.Si, Akademisi Universitas Bengkulu . Foto/Dok: Kanopi
Interaktif News – Proses penyusunan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) perusahaan tambang batu bara PT Inmas Abadi yang akan melakukan penambangan batubara di kabupaten Bengkulu Utara mendapat penolakan, karena dianggap keberadaan tambang tersebut nantinya dapat merusak ruang hidup, lingkungan yang menimpa warga, kehidupan flora dan fauna.
Menjawab hal itu, Prof. Dr. Ir Atra Romeida M.Si akademisi Universitas Bengkulu yang juga tim konsultan penyusunan dokumen Amdal PT Inmas Abadi menjelaskan bahwa, penyusunan dokumen Amdal ini dilakukan karena PT Inmas Abadi telah memiliki perizinan lokasi penambangan Batubara seluas 4.051,69 hektar tahun 2017 yang ditandatangani oleh Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah.
Selain itu kata Atra, PT Inmas Abadi juga telah mengantongi surat arahan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia tahun 2021 sehingga perusahaan diwajibkan untuk membuat Amdal sebelum menambang.
Penyusunan dokumen Amdal jelasnya, penting dilakukan secara bersama-sama seperti forum konsultasi publik yang digelar PT Inmas Abadi, sebab bukan hanya bertujuan untuk melindungi perusahaan, namun juga untuk melindungi seluruh pihak yang nantinya akan terdampak oleh aktivitas pertambangan yang akan dilakukan perusahaan, baik itu masyarakat, wilayah hingga melindungi konteks lainnya.
"Kita akan ikuti apapun ketentuan yang diharuskan dalam pembentukan dokumen Amdal ini. Karena dokumen Amdal, ini adalah dokumen resmi yang nantinya akan melindungi seluruh pihak atas dampak-dampak yang timbul akibat aktivitas perusahaan penambang," jelas Atra dalam Podcash Kanopi Bertutur yang digelar Kanopi Hijau Indonesia, Selasa,(23/5/2023).
Dirinya memastikan lokasi pertambangan PT Inmas Abadi yang ada di kawasan TWA Bentang Alam Sebelat Bengkulu Utara itu nantinya akan di enclave dan dilindungi tanpa ada gangguan dari aktivitas perusahaan, dan bukan hanya TWA nya saja, tapi mereka akan mematuhi peraturan yang berlaku, dan juga akan meng-enclave baper zoonnya, 500 meter dari kawasan TWA Sebelat.
“Sebelum melakukan penyusunan dokumen Amdal, PT Inmas Abadi terus intens mengajak warga untuk sharing dan selalu terbuka serta meminta masukan dari masyarakat desa sekitar lokasi penambangan. Hal ini dilakukan agar masyarakat mendapatkan informasi mengenai rencana usaha kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan, dan sebagai bentuk transparansi kegiatan perusahaan terhadap masyarakat,” ujar Atra.
Selain itu lanjut Atra, dalam forum konsultasi publik penyusunan Amdal PT Inmas Abadi kemarin, semua pihak terkait juga dilibatkan, termasuk perwakilan masyarakat desa sebagai anggota Komisi, untuk pembentukan dokumen Amdal rencana kegiatan usaha PT Inmas Abadi, sesuai dengan pedoman pada peraturan pemerintah republik Indonesia No 22 tahun 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Dirinya juga menjelaskan bahwa, untuk lokasi yang berstatus di kawasan hutan produksi konversi dan hutan produksi terbatas tidak ada larangan untuk kegiatan pertambangan, namun harus ada persyaratan khusus yaitu mendapatkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
“Jadi sekarang PT Inmas Abadi belum bisa mengurus persyaratan, itu. Karena syarat awalnya harus mengurus izin lingkungan yang dimulai dengan penyusunan dokumen Amdal. Jadi saat ini kami sampaikan bahwa PT Inmas Abadi tidak akan masuk ke dalam wilayah hutan tersebut, sebelum mengurus persyaratan resmi dan yang berlaku di negara ini,” jelas Atra.
Atra juga menerangkan bila berkurangnya kualitas air sebelat bukan karena disebabkan oleh tambang PT Inmas Abadi yang belum pernah melakukan aktivitas penambangan dikawasan itu, ia mengatakan jika isu yang berlebih menyebut dampak PT Inmas Abadi membuat alam sebelat rusak, terlihat aneh dan lucu sebab perusahaan tersebut belum pernah melakukan proses penambangan.
“Belum ada aktivitas dilapangan, kecuali hanya penyusunan pemberkasan untuk dokumen AMDAL dan pengecekan posisi lokasi yang mengandung batubara dari 115 hektar yang mengandung batubara itu, hanya 12-15 hektar dan itu belum pernah dilakukan aktivitas pertambangan dan jauh dari posisi sungai sebelat,”terangnya.
Ditambahkanya, terkait isu dan pemberitaan yang beredar di berbagai media bahwa bila salah satu warga dari Desa Merindu yang hadir pada konsultasi publik penyusunan Amdal PT Inmas Abadi diusir dan tidak diterima, adalah tidak benar.
“Saya membaca ada beberapa berita di narasi dan judulnya itu menjelaskan bila se-akan-akan kami menolak, saran dan pendapat oknum ini, padahal kenyataannya adalah dia datang, kami mempersilakan duduk, namun oknum (JN) ini menyampaikan dengan emosi, rusuh, menendang kursi dan pintu, makanya aparat hukum membawa keluar untuk menenangkan,” kata Atra.
Kemudian lanjutnya, ketika sudah tenang baru oknum itu di izinkan untuk masuk kembali dan menyampaikan masukan saat itu. “kami tampung, bahkan masukan dari warga itu kami masukan ke dalam dokumen Amdal Bab 5 dan untuk foto yang tersebar adanya warga yang membawa spanduk penolakan pada saat konsultasi publik itu juga bohong, karena saya dari awal sampai acara selesai ada dilokasi dan banyak juga saksi bahwasanya tidak ada kerusuhan seperti gambar di pemberitaan,” pungkasnya.
Editor: Alfridho Ade Permana