Rusuh di PT Pamor Ganda: LIRA Bantah Jadi Dalang, Tuntut Sikap Tegas Pemda

pamor ganda

Konfrensi Pers DPW LIRA Bengkulu, Kamis, 21 Juli 2022, Foto: Dok

Interaktif News – Kerusuhan di PT Pamor Ganda yang terjadi pada 14 Juli 2022 lalu berbuntut penangkapan 5 orang warga. Kelimanya adalah Jamin Alatas dan Saparudin warga Desa Pasar Ketahun ditahan di Polda Bengkulu dan Lukman, Rini, dan Meruya ditahan di Polres Bengkulu Utara. Rini dan Meruya merupkan ibu-ibu.

Terkait kerusuhan itu, LIRA Bengkulu selaku pedamping warga membantah menjadi dalang kerusuhan. Peristiwa itu merupakan sikap spontanitas warga yang geram atas tindak perusahaan yang tidak menepati janji dan tak kunjung memenuhi tuntutan warga.

“Pertama kami ingin membantah isu liar yang menyatakan LIRA sebagai aktor kerusuhan. Kami nyatakan itu fitnah, LIRA dalam mengadvokasi masyarakat berkerja berdasarakan norma-norma hukum yang berlaku. Pada saat kerusuhan terjadi pengurus LIRA tidak berada di lapangan, peristiwa itu baru kami ketahui setelah beberapa jam kemudian” kata Gubernur LIRA Bengkulu, Magdalena Mei Rosha

Lanjut Ocha, sejak awal mendampingi LIRA selalu memberikan edukasi hukum dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat. LIRA menjalankan mekanisme advokasi yang elegan dengan menghindari kontak fisik di lapangan karena sejak awal konflik warga vs PT. Pamor Ganda rawan kerusuhan.

“Sejak awal kami mengingatkan seluruh pihak terkait termasuk aparat hukum. Konflik ini sangat berpotensi rusuh apabila perusahaan tidak segera memenuhi hak warga. Permintaan masyarakat hanya satu, penuhi hak mereka sesuai regulasi yang berlaku tapi hak itu sampai hari ini tidak mereka dapatkan. Jadi jangan sepihak menyalahkan warga yang rusuh, jangan benturkan warga dengan polisi demi kepentingan korporasi yang jelas-jelas tidak taat hukum” jelas Ocha. 

Menurut Ocha, kerusuhan itu dipicu amarah warga akibat pihak PT. Pamor Ganda mengabaikan tututan warga yang meminta alokasi kebun plasma 20 persen dari luasan HGU. Konflik antara warga Bengkulu Utara dengan PT. Pamor Ganda sudah berjalan panjang, beberapa kali warga sempat melakukan aksi demonstrasi di Kantor Bupati Bengkulu Utara hingga demo di lokasi perkebunan.  

Didampingi LIRA, upaya warga menuntut hak juga dilakukan dengan menggelar hearing ke DPRD Provinsi Bengkulu, warga setempat juga sudah 3 kali melakukan mediasi dengan pihak Pemprov Bengkulu. Hasilnya gubernur meminta pihak perusahaan untuk menghentikan sementara aktivitas replanting sebelum data-data penerima plasma dibuka ke Publik.  

Permintaan itu kemudian diabaikan oleh pihak perusahaan dengan menunurunkan alat berat untuk melakukan replanting. Situasi itu sempat memancing emosi warga hingga sempat terjadi cekcok antara warga dengan pihak aparat. 

“Sehari sebelum kerusuhan sempat terjadi cekcok antara warga dengan aparat namun bisa diredam hingga kembali dilakukan mediasi. Kesepakatan dalam mediasi adalah perusahaan menunda replanting dan mengukur ulang Afdeling 1 Pamor Ganda. Namun, kesepakatan itu kembali diabaikan hingga kerusuhan 14 Juli terjadi” jelas Ocha.  

Pemda Harus Tegas, Minta Warga Dibebaskan

Ditangkapnya 5 orang warga Bengkulu Utara sebagai buntut kerusuhan harus menjadi perhatian serius seluruh pihak termasuk pemerintah daerah. Sikap tegas pemerintah dibutuhkan agar konflik di tengah masyarakat tidak meluas. 

Demikian kata Ocha dalam rangkaian pernyataan konfrensi pers yang digelar pada Kamis, 21 Juli 2022 itu. Pihaknya meminta seluruh pihak terkait untuk menganlisis persolan kerusuhan di PT. Pamor Ganda secara utuh sehingga memiliki kesimpulan yang adil. 

“Jangan cuma melihat warga yang anarkis tapi mari kita melihat persoalan ini secara utuh sehingga tidak menghasilkan kesimpulan yang parsial. Warga anarkis tentu ada sebab akibat tapi apapun itu tindakan anarkis tidak kami benarkan. 

Maksud saya mari kita berikan ruang yang adil bagi warga! Mereka sudah melakukan berbagi upaya, hearing, mediasi bahkan secara baik-baik menemui perusahaan dan pemda tapi aspirasi mereka diabaikan. Siapa yang salah? Jelas pemerintah karena kewenangan ada dengan mereka” tutur Ocha.

Lanjut Ocha, ketikan persoalan menemui kebuntuan ujung-ujungnya masyarakat harus berhadapan dengan polisi di lapangan. Warga selalu di-framing melakukan tindakan anarkis dan polisi di-framing melakukan tindakan represif. Situasi ini yang selalu terjadi dalam hampir seluruh kasus konflik agararia.  

“Jelas yang menjadi korban warga dan polisi karena terus dibenturkan, yang untung tetap perusahaan. Nah pemintah seolah-olah menjadi pihak yang tidak berdosa, jadi dimana keadilan? Konsepsi negara hukum itu selain untuk kepastian tujuan akhirnya adalah untuk keadilan bagi seluruh pihak” kata Ocha. 

Terakhir Ocha meminta 5 orang warga Bengkulu Utara yang ditahan untuk dibebaskan demi terpenuhi rasa keadilan. “Tindak warga adalah spontanitas yang dilandasi atas hak-hak mereka, PT. Pamor Ganda yang jelas-jelas tidak taat hukum justru tidak tersentuh hukum. 5 orang warga yang ditahan 2 orang diantaranya adalah ibu-ibu, mereka adalah ibu rumah yang meninggalkan anak-anaknya di rumah, mereka berjuang demi nafkah keluarga” kata Ocha. 

Sebelumnya, pada Kamis, 14 Juli 2022 lalu ratusan warga Bengkulu Utara menyerang kantor pusat PT. Pamor Ganda dengan lemparan batu. Akibat kerusuhan itu sejumlah kaca pecah. Aksi ini dipicu kemarahan warga kepada pihak perusahaan yang tidak memenuhi tuntutan mereka atas kebun plasma. Sejauh ini belum ada keterangn resmi dari pihak PT. Pamor Ganda terkait kerusan tersebut. [***]

Editor: Riki Susanto