Pemilu 2019 dan Jaminan Ketersedian Parlemen Muda

Pemilu 2019 dan Jaminan Ketersedian Parlemen Muda

Pemilu legislatif dan presiden akan digelar serentak di tahun 2019 mendatang. Semarak pemilu terutama pencalonan anggota legislatif sudah menjadi tranding topik sejak beberapa bulan lalu, tidak terkecuali di Bengkulu. 

Banyak teori yang mengkalkulasi bahwa parlemen mendatang akan banyak diisi anak muda baik ditingkat pusat maupun daerah. Ini tidak terlepas dari semakin berkembangnya dinamika politik yang ikut tergerus isu milenial dalam arti muda, kreatif, dan strict digitalisasi. 

Bahkan tagline politik nasional juga banyak berorientasi pada isu muda kreatif dan gaul. Muhaimin Iskandar yang akrab disapa Cak Imin, Ketum PKB dalam beberapa sloganya banyak menampilkan suasana muda dan gaul. Ketum PPP, Romahurmuziy, dalam iklanya di televisi nasional juga menampilkan mode muda.

Lahirnya Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang secara regulatif menjamin partisipasi kaum muda di kancah politik. PSI adalah bentuk nyata ketersedian peluang bagi eksponen milenial untuk terlibat lebih luas dalam ruang politik. Partai ini secara eksplisit mewajibkan umur kader dan anggotanya maksimal 45 tahun. Artinya, kerinduan akan parlemen muda dalam perhelatan politik sudah bergerak secara terstruktur bukan hanya sebatas wacana belaka. 

Demikian juga dengan semangat UU No 40 Tahun 2008 Tentang Pemuda sebagaimana dinisbatkan dalam Pasal 17 ayat (3). Disebutkan, peran aktif pemuda sebagai agen perubahan diwujudkan dengan mengembangkan salah satunya adalah pendidikan politik dan demokratisasi. Maka, secara rugalasi peran pemuda dalam pertarungan politik dan demokrasi bukan hanya pada tataran logika dan semangat tetapi lebih jauh dari itu adalah ‘kewajiban’ konstitusi.

Sindrom muda-kreatif juga menjalar dan pada dinamika politik lokal. Konstalasi politik di tingkat lokal pun ikut tergerus isu milenial. Pada beberapa aspek parpol lebih tertarik kepada sosok muda. Logisnya sosok muda biasanya identik dengan masa yang berbasis komunitas. Basis ini biasanya lebih realitis dan tidak berorientasi pada vote buying namun, lebih kepada soal eksistensi diri dalam ruang publik. 

Skala Provinsi Bengkulu mulai muncul sosok-sosok muda kreatif yang siap menjadi jaminan ketersedian parlemen muda. Sosok muda yang  mulai muncul adalah mereka yang selama ini banyak menghiasi dinamika politik lokal bahkan nasional. Tampil untuk DPD, terderet nama yang sudah tidak asing, Sultan B Najamudin dan Riri Damayanti, dan satu nama baru Adri Liyusno. Begitu juga dengan DPR RI, banyak sosok muda yang mengisi list daftar Caleg, salah satunya dr Lia Lastaria dari Gerindra yang masih berumur 28 tahun. 

Selanjutnya, ada nama Feri Sapran Edi dan Aurego Jaya yang akan bertarung untuk DPRD Provinsi Bengkulu via Partai PKB. Rahmad Ramadhan untuk DPRD Bengkulu Utara, Yogianto untuk DPRD Bengkulu Selatan, Husni Tamrin dan Pujo Santoso DPRD Seluma, Michael Ferli DPRI, Muharam Efendi DPRD Provinsi Bengkulu. Kesemuanya adalah sosok muda yang sering menjadi diskursus politik lokal. Dan masih banyak lagi sosok muda lain yang diharapkan menjadi jaminan ketersedian parlemen muda pada hasil pemilu mendatang. 

Parlemen muda adalah harapan bukan kritik atau gugatan terhadap kaum berlawanan. Ekspektasi ketersedian parlemen muda harus dimaknai sebagai aktualisasi harapan masyarakat terhadap produk pemilu. Parlemen muda adalah spirit sejarah masa lalu terutama peran pemuda dalam merumuskan kemerdekaan. Namun, tak dapat dikesampingkan dalam beberapa fase-nya kaum muda juga tidak memberikan jaminan untuk selalu lebih baik.