Negarawan Sejati Merdeka Dari Insting Hewani !

Negarawan Sejati Merdeka Dari Insting Hewani !

Negarawan Sejati Merdeka Dari Insting Hewani !

bengkuluinteraktif.com - Tipikal seorang negarawan sejati yaitu MERDEKA dari pengaruh hegemoni lymbic section (insting hewani), saya sebut pula sebagai pemimpin yang nuruti #kareping rahsa bukan rahsaning karep, dalam terminologi falsafah Jawa disebut sebagai "kodok kinemulan ing leng, atau wit ing sajroning wiji."

Jiwa yang dituntun oleh sukma-sejati/roh kudus/ruh al quds, dibimbing oleh rasa sejati/sirrullah, disinari oleh cahyo sejati/nurullah, dan pada akhirnya menjadi jiwa raga yang dihidupkan oleh atma sejati/chayyu/kayun yakni energi yang menghidupkan.
Mereka itulah adalah sosok negarawan sejati, pribadi-pribadi yang tidak lagi terkooptasi oleh kelompok kepentingannya sendiri, tidak mewakili dan mengatas namakan kepentingan dan warna politik, golongan, dan kelompok tertentu, negarawan mengatasi kepentingan seluruh warga bangsa, atau mengutamakan kepentingan umum.

Perilaku dan perbuatan pribadi negarawan sejati tidaklah egois, sebaliknya bersikap Altruis, mempersembahkan hidupnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran bangsanya di atas kepentingan-kepentingan lainnya (berkah bagi semesta alam/rahmatan lil alamin).

Kursi kekuasaan bukan menjadi tujuan, melainkan sebagai sarana atau alat menciptakan kedamaian, ketentraman, dan kebahagiaan bersama, biarpun tidak sedang menduduki jabatan, seorang yang berjiwa negarawan sejati memiliki tabiat perilaku yang konsisten, arif dan bijaksana, mampu ngemong diri pribadi sebelum bertanggung jawab “NGEMONG” orang banyak sehingga tak ada bedanya saat sebelum dan sesudah menduduki tampuk kekuasaan.

Kehidupan ini dijalani dengan sikap profan apa adanya, tidak mengada-ada, antara solah atau perilaku badan dengan bawa atau perilaku batin tidak berbenturan satu sama lain ( munafik ), selalu eling akan sangkan paraning dumadi, dan waspada atas segala hal yang dapat menjadi penghalang kemuliaan dirinya.
Seorang negarawan sejati berani sugih tanpa bondo, nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake, menjalankan tanggung jawab kepemimpinannya dengan dasar rasa " welas asih, welas tanpo alis "... belas kasih kepada siapa saja tanpa pilih kasih, dan tanpa pamrih kecuali sebagai bentuk netepi titahing Gusti, mengikuti af'al atau sifat Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang tanpa pernah pilih kasih.

Negarawan memanfaatkan kewenangannya sebagai alat atau sarana laku prihatin yakni dengan tapa ngrame, ..." laku tapa, tapaking hyang suksma ",... menjadi pribadi kosmologis, perilakunya selaras, harmoni dan sinergi dengan kodrat alam. kesadarannya bukan hanya kesadaran theologis dogmatis saja, namun sudah menggapai kesadaran kosmologis yang berada dalam wilayah kesadaran esensi ( hakekat).
Pastilah berkah Tuhan akan selalu berlimpah ruah, .. " sumrambah dateng tiyang kathah .. mampu merubah segala musibah menjadi anugrah, ... kalis ing rubeda, nir ing sambekala ". itulah konsep keadilan dan kemakmuran suatu negeri, akan datang bilamana pemimpinnya adalah sosok pribadi yang ... " jumeneng satria pinandita sinisihan wahyu .... " siapapun bisa melakukan asal memiliki kehendak ( political will ) dan bertekat bulat ibarat melakukan semedi di “ alas ketangga ” (keketeg ing hangga) yakni dengan tekat bulat meliputi jiwa dan raga.

Penulis: NN
Editor: Freddy Watania