Puluhan warga mendatangi Polres Mukomuko usai 5 orang petani ditahan, Rabu 5 Oktober 2022, Foto: Dok
Interaktif News – Konflik warga dengan PT Dharia Dharma Pratama (DDP) ternyata belum tuntas sepenuhnya. Setelah sebelumnya viral karena puluhan petani ditangkap dengan tuduhan mencuri sawit yang diklaim milik DDP, Rabu, (05/10/22) kasus serupa kembali berulang.
PT. DDP melaporkan 5 orang petani warga Kecamatan Malin Deman ke Polres Mukomuko pasal pencurian kelapa sawit. Kelimanya adalah Hamdi, Randa Fernando, Muhtar, dan Dosi Saputra serta Rahmad Sidi yang ditahan sehari sebelumnya.
Saman Lating selaku kuasa hukum 5 orang petani mengatakan, kliennya merupakan buruh dan petani kelapa sawit. Penahanan yang Ia sebut kriminalisasi itu berawal dari surat panggilan polisi pada Rabu, 20 September 2022 bulan lalu. Barulah 4 orang diantaranya menghadap penyidik pada Rabu, 5 Oktober 2022.
Awalnya kata Saman Lating, 4 kliennya hanya dimintai keterangan sebagai saksi namun, setelah selesai diperiksa kliennya diminta menunggu di luar karena akan dilakukan gelar perkara. Sekira pukul 22.30 WIB, penyidik meninformasikan 4 kliennya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
Saman Lating sempat mempertanyakan dasar penetapan sebagai tersangka dan legal standing DDP sebagai pelapor. Namun, kata Saman, penyidik tidak memberikan jawaban.
“Saya melihat ada yang ditutupi oleh penyidik dari penetapan tersangka klien kami karena penyidik tidak dapat menjelaskan dasar penetapan tersangka dan legal standing PT.DDP selaku pelapor karena lahan yang dipanen tersebut adalah milik suadara Hamdi yang digarap dari sekitar tahun 1989 sebelum adanya PT.BBS apalagi PT.DDP” kata dia.
Lebih lanjut Saman Lating menjelaskan, konflik antara DDP dengan warga setempat berawal dari tahun 1986 yang mana wilayah adat Kecamatan Malin Deman dicaplok menjadi HGU PT. Bina Bumi Sejahtera (BBS). Tahun 1991-1992 BBS mulai melakukan pengukuran lahan dan mulai melakukan penggusuran namun ditolak warga.
Selanjutnya pada 01 Agustus 1995 BPN Bengkulu Utara menerbitkan sertifikat HGU atas nama PT BBS dengan No 34 dengan luas 1.889 Ha dengan jenis komoditi kakao/coklat. 340 Ha lahan kemudian ditanami kakao/coklat dan 14 Ha lainnya ditanami kelapa hibrida.
Tahun 1997 BBS menghentikan aktivitas perkebunan dan masyarakat menggarap lahan yang ditelantarkan tersebut dengan bertanam kelapa sawit, karet, jengkol, durian dan tanaman lainnya.
Tahun 2005 DDP kemudian datang dan menyampaikan kepada masyarakat kalaulah lahan tersebut sudah dibeli dari BBS. Selanjutnya DDP mulai menggarap lahan dengan cara menggusur dan memaksa petani menerima konpensasi bahkan mengintimidasi. DDP juga menanam kelapa sawit yang berbeda dengan komoditas HGU PT BBS. [***]