HUT Emas Provinsi Bengkulu, UAS Penawar Kritik

HUT Emas Provinsi Bengkulu, UAS Penawar Kritik

HUT Emas Provinsi Bengkulu di Tahun 2018 berangkat dari umur Provinsi ini yang sudah menginjak setengah abad. Secara konstitusional Provinsi Bengkulu lahir setelah terbit UU No 9 Tahun 1967 tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu pada tanggal 12 September 1967 yang ditindaklanjuti dengan PP No 20 Tahun 1968 pada tanggal 5 Juli 1968 tentang Berlakunya UU No 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Provinsi Bengkulu. Selanjutnya diresemikan Direktur Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah, Mayor Jenderal Sunandar Priyosudarmo pada tanggal 18 November 1968 sebagimana tertuang dalam ”Kesan-Kesan Dalam Kehidupan dan Berkarya H M  ALI AMIN, Pengalaman Pegawai Tiga Zaman.” Tanggal inilah yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya Provinsi Bengkulu. 

Bengkulu sejak era berdiri sudah dipimpin berbagai macam gubernur dengan latar belakang berbeda-beda. Tanpa mengkesampingkan yang lain, patut kita hormat dengan Bapak Suprapto yang mengawali tonggak pembangunan di Bengkulu. Dizamanya Bengkulu mampu berdiri sedikit lebih rata dengan provinsi lain. Nama Suprapto mampu menjadi refrensi tersendiri ketika menyebut provinsi yang akrab dijuluki Bumi Rafflesia ini. Begitu juga dengan  mantan gubernur termuda, Agusrin M Najamuddin. Dimasa-nya memang penuh kontoversi tapi setidaknya ditangan beliau Bengkulu penuh dinamika yang merangsang hasrat untuk membangun.  

Hari ini memang belum genap Bengkulu berumur setengah abad, masih ada beberapa hari lagi jika merujuk pada momentum kebiasaan HUT Provinsi Bengkulu yang jatuh 18 November. Editorial ini adalah kado kegembiraan sekaligus ekpresi elus dada di HUT Emas Provinsi Bengkulu. Gembira karena konsekuensi normal di hari ulang tahun yang mewajibkan kita memasang muka berseri. Elus dada adalah bentuk kekecewaan, marah, antipati, sekaligus kritik, bisa juga bermakna mengutuk atas kondisi provinsi ini yang semakin hari semakin tenang namun menghanyutkan. 

Pukulan gong, ketukan palu, gunting pita, tepuk tangan itulah sajian pemimpin kita hari-hari ini. Tidak ada ruang untuk menyalahkan apalagi tempat ekpresi bagi para demonstran. Provinsi ini seolah sedang menikmati masa tuanya. Pemimpin kita sedang rapi, bangun pagi pulang sore, protokoler nampak seperti agenda tuhan dalam keseharian pemimpin kita. Tidak ada karya tidak ada kritik, normatif adalah bentuk kekakuan sebagai ekpresi kebuntuan atas solusi, begitulah ucapan para pemuka bijak. Sama sekali tidak bermaksud untuk menggiring pemimpin kita untuk melawan regulasi tapi lebih kepada harapan agar beliau menawarkan ‘hidangan’ agar kita tahu, apakah hidangannya manis atau pedas. 

Bengkulu butuh terobosan karena daerah ini masih dalam tabel ketertinggalan. Bengkulu bukan Kalimantan Selatan yang cukup diatur diatas kursi bergoyang, Bengkulu juga bukan DKI yang hanya butuh peningkatan pelayanan publik. Bengkulu harus diperlakukan seperti Papua Barat karena memang kita setara. Kemisikinan kita masih tinggi bahkan menduduki posisi ke 7 seluruh Indonesia dan peringkat kedua di Sumatra sedikit di atas Aceh, data Maret 2018. "Bengkulu ibarat daerah timur di Indonesia barat," kata Ridwan Mukti, Gubernur Bengkulu non aktif seperti dikutif detik.com.

Kondisi infrastruktur sangat memprihatinkan bukan hanya tidak mampu menjangkau masyarakat pedalaman bahkan melewati jalan utama pun kita harus mengumpat. Demikian juga dengan sektor pariwisata. Sisi ini adalah sumber daya asli yang diharapkan mampu menjadi ikon pembangunan namun, apa mau dikata jangankan berbicara progress, wisata andalan Pantai Panjang saja ‘kuasa’ pengelolaanya sampai hari ini kita masih rebutan. Tata kelolah birokrasi kita juga tidak ingin lepas dari stigma buruk, sampai saat ini beberapa OPD strategis birokrasi Provinsi Bengkulu masih belum final. Kepala Dinas PUPR misalnya, sudah 2 tahun lebih masih berstatus Pelaksana tugas. Ini kontradiksi dengan prioritas APBD Provinsi Bengkulu 2018 yang difokuskan pada sektor infrastruktur. 

Landasan HUT yang dilabeli dengan kosakata ‘EMAS’ itu hanya disinkronkan dengan setengah abad usia Provinsi Bengkulu, sebuah tema yang hanya merujuk pada logika komparasi-kuantitatif. Belum ditemukan narasi lain yang kemudian membuat kita yakin bahwa daerah ini benar-benar dalam situasi Emas. Kosakata Emas dalam filosofi tata kelolah pemerintahan haruslah bermakna kesejahteraan dan kesuksesan dalam pembangunan. Namun, kritik untuk sementara harus disudahi karena kita kedatangan Ustad Abdul Somad (UAS) dalam rangkaian HUT yang katanya Emas itu.

Kehadiran pendakwah fenomenal ini seperti setetes air yang jatuh dilahan kering. Momentum inilah yang kemudian menimbun naluri kritik dan kembali memaksa kita untuk menikmati sajian kepemimpinan yang bermazhab comfort zone. UAS sengaja dihadirikan atau menghadiri masih belum bisa dipastikan tapi kedua kata itu berbeda. UAS harus disambut dengan senyuman karena beliau dalam rangka berdakwah bukan legitimasi kesuksesan pembangunan sesuatu daerah. Kalaulah kemudian kehadiranya itu berdampak pujian pada sesorang, itu wajar saja karena filosofi nila setitik merusak susu sebelanga dalam arti terbalik. 

Anti mainstream, bagi siapa saja yang telah bersumpah siap sedia memimpin daerah ini. Ini sinkron dengan landasan geografis-psikologis dan fakta sejarah serta situasi terkini Provinsi Bengkulu. Daerah ini butuh seorang pemimpin yang berani tampil kepermukaan bukan yang hanya mampu ber-batik rapi tapi miskin inovasi. Pemimpin harus berani melakukan perbedaan dan memastikan perubahan sesegara mungkin. Kualitas kepemimpinan harus didukung kemampuan untuk menjadi role model dalam melakukan perubahan mindset (mental switching) dari kondisi zona nyaman menjadi zona yang kompetitif dan adaptif. Selamat HUT Provinsi Bengkulu