Dibalik ‘Kegagalan’ Proyek Irigasi Air Seluma

Dibalik ‘Kegagalan’ Proyek Irigasi Air Seluma

Bengkulu, BI – “itu tidak benar, pekerjaan tetap berjalan dan kontrak berakhir pada bulan Nopember 2018, Tks” Bunyi pesan WhatsApp Kepala Satuan Kerja PJPA, Balai Wilayah Sungai Sumatra VII Provinsi Bengkulu, Dasmiri. “Perlu pembuktian” setidaknya kalimat itulah yang tertanam di benak tim redaksi bengkuluinteraktif.com yang secara khusus menulis masalah ini.  

Tertuang dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 293/KPTS/M/2014 Tentang Penetapan Status Irigasi Daerah Irigasi Yang Pengelolaannya menjadi wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Penetapan status Daerah Irigasi ini dimaksudkan untuk menegaskan Daerah Irigasi mana saja yang pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah pusat atau daerah. Keputusan inilah yang kemudian menjadi dasar SNVT PJPA Balai Wilayah Sungai Sumatra VII Provinsi Bengkulu dalam melaksanakan kegiatan operasi pemeliharaan dan rehabilitasi Jaringan Irigasi Air Seluma. 

"

Januari 2018 lalu, SNVT  PJPA Balai Sumatra VII Provinsi Bengkulu mengumumkan lelang di situs LPSE Kementrian PUPR. Tertera di LSPE lelang umum menggunakan metode pacakualifikasi sistem gugur dengan nilai pagu 10.818.063.000,00. 107 perusahaan terdaftar untuk lelang paket tersebut namun hanya 9 perusahaan yang serius mengajukan penawaran.

  • PT. TUJUH PUTERA MANDIRI - Rp 8.654.900.000,00
  • PT. ROGANTINA JAYA SAKTI - Rp 8.870.800.000,00
  • PT. MULIA PERMAI LAKSONO - Rp 9.078.700.000,00
  • PT.BIMA ARJUNA PRAKASA - Rp 9.515.691.000,00
  • PT. WIDYA PRATAMA PERKASA - Rp 9.545.400.000,00
  • PT. WAHANA INFONUSA - Rp 9.708.319.000,00
  • PT. ADHITYAMULIA MITRA SEJAJAR - Rp 9.790.013.000,00
  • PT. ADTA SURYA PRIMA - Rp 10.002.092.000,00
  • PT. ALBE PUTRI JAYA - Rp 10.140.509.000,00

PT Adhityamulia Mitrasejajar  (AMMS) kemudian diberi centang bintang pertanda sebagai pemenang lelang. Delapan (8) perusahaan lainya gugur dengan alasan yang sama yaitu metode kerja yang tidak sesuai dengan dokumen lelang. Unik memang, kedelapan perusahaan tersebut digugurkan dengan alasan tidak memenuhi syarat teknis. PT Tujuh Putera Mandiri dan PT Rogantina Jaya Sakti dua perusahaan asal Jambi ini adalah penawar terendah diantara 9 perusahaan peserta penawar. Namun keduanya gagal jadi pemenang, dengan sistem gugur seharusnya salah satu perusahaan tersebut menjadi pemenang. 

Pada Perpres 54 Tahun 2010 berikut empat perubahannya, Metode lelang pascakualifikasi sistem gugur menggunakan sistem penilaian secara berjenjang. Yang pertama dinilai adalah dokumen administrasi, penilaian teknis, pembukaan harga, kemudian dibuka penawaran harganya. Penawaran harga terendahlah yang dinyatakan memenangkan pengadaan. Namun, yang sering digunakan sistem gugur terbalik. Pada saat pembukaan penawaran, langsung membuka harga penawaran dari seluruh peserta. Yang diperiksa administrasi dan teknisnya adalah perusahaan yang berada pada urutan 1 hingga 3 yang terendah didalam penawaran harganya. 

Pada kasus ini terjadi indikasi kejanggalan dalam proses pelelangan. Apabila menggunakan sistem gugur berjenjang seharusnya 8 perusahaan selain PT Adhityamulia Mitra Sejajar tidak dapat melanjutkan pada tahapan penawaran karena 8 perusahaan tersebut gugur di kualifikasi teknis (metode kerja yang tidak sesuai). Sebaliknya, apabila menggunakan sistem gugur terbalik maka PT Adta Surya Prima dan PT Albe Putri Jaya tidak perlu dilakukan penilaian teknis karena kedua perusahaan tersebut menawar diatas AMMS. 

Sedangkan dalam LPSE masih tertera dengan jelas penilaian teknis untuk PT Adta Surya Prima dan PT Albe Putri Jaya. Kedua perusahaan tersebut gugur di metode kerja (kualifikasi teknis). Kondisi inilah yang kemudian memperkuat dugaan adanya persengkongkolan dalam proses lelang, bukan rahasia lagi apabila proses pelelangan umum paket proyek telah didahului negosiasi diluar prosedur. 

Dalam banyak kasus, wilayah kualifikasi teknis pada proses pelelangan umum adalah titik terawan yang sering dijadikan ajang persekongkolan antara panitia lelang dengan penyedia tertentu. Tahapan ini biasanya dijadikan titik kunci panitia lelang untuk berlaku tidak adil terhadap peserta lelang. Penilaian pemenang lelang memang hak preogratif panitia lelang sepanjang memenuhi syarat dan ketentuan. Namun, secara ekonomis tentulah penawaran harga terendah akan menguntungkan bagi pemilik proyek. Terlebih lagi menggunkan metode sitem gugur pascakualifikasi. 

"

AMMS, Kontraktor Langganan Masalah ?

AMMS selaku pemenang lelang dalam proyek Irigasi Air Seluma memang kerap bermasalah dalam mengerjakan proyek. Namun, perusahan ini selalu ‘gagal’ mengisi list daftar hitam di LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah).  AMMS sempat bermasalah pada proyek Jembatan Seguring Curup Tahun 2015. BPKP mengkalkulasi, iktisar kerugian negara mencapai 800 Juta pada proyek yang dikerjakan AMMS tersebut.  Pada waktu itu AMMS dipimpin oleh Dede Darmawansyah, yang bersangkutan sudah menjalani pemeriksaan di Polres Rejang Lebong. 

Kasus selanjutnya, proyek jalan Muara Sahung-Air Tombok Dinas PUPR Kabupaten Kaur tahun 2013. Kasus ini lebih fatal, Direktur II AMMS atas nama, Edion Indra divonis 3 tahun 4 bulan dan uang pengganti 977 juta plus denda 50 juta. Dalam kasus ini Direktur II AMMS terbukti secara sah dan menyakinkan telah merugikan keuangan negara mencapai 1,1 miliar. 

AMMS memang langganan bermasalah, Proyek Jalan Hotmix Desa Tumbuan-Napal Jungur  Tahun 2015 milik Dinas PUPR Kabupaten Seluma juga harus terbengkalai. Proyek ini dimenangkan oleh AMMS dengan nilai kontrak 5,3 miliar. Masalah ini terungkap ketika Sekda kabupaten Seluma, Irihadi melakukan inspeksi mendadak, dengan penemuan, proyek sama sekali belum dikerjakan sedangkan tanda tangan kontrak telah lama selesai.  

Kasus yang sama, AMMS memenangkan lelang proyek Duplikasi Jembatan Air Bengkenang setahun lalu. Proyek yang berlokasi di Bengkulu Selatan ini adalah milik Kementrian PUPR, SNVT PJ  Wilayah II Provinsi Bengkulu. AMMS dibayar 15,5 miliar lebih untuk menyelesaikan proyek tersebut. Namun, kasus yang sama kembali terulang, AMMS selalu telat dalam pengerjaan proyek.

Contoh kasus tersebut mungkin tidak ‘diketahui’ oleh panitia lelang proyek Jaringan Irigasi Air Seluma Tahun 2018. Sehingga mereka menyakini AMMS adalah perusahan yang paling kridibel, professional, dan taat hukum untuk kemudian menunjuk AMMS sebagai pelaksana proyek. Cukup banyak refrensi maya yang menyajikan informasi seputar AMMS, dari hasil penelusuran kami tidak ada satu pun kabar 'baik' tentang perusahaan ini kecuali kabar lelang. 

Azas penyelenggaraan lelang secara tegas mencantumkan kewajiban penyelenggara negara untuk menjunjung tinggi prinsip-prinsip pengadaan yang harus menganut azas efektifitas, efesiensi, dan akuntabel. Dimana salah satu indikatornya menunjuk penyedia barang dan jasa yang kridibel dan profesional. Belum lagi, kewajiban panitia lelang selaku penyelenggara negara untuk menjalankan azas-azas penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN. 

Diambang Kegagalan

Tercatat di situs LPSE milik Kementrian PUPR, paket proyek tersebut ditandatangani kontrak pada Tanggal, 26 Februari 2018. Namun, dalam surat pemberitahun yang disampaikan oleh Kepala SNVT PJPA, Dasmiri, ST proyek baru akan dikerjakan bulan April dan akan berakhir bulan November 2018. Dalam suratnya, Dasmiri selaku Kepala Satker SNVT PJPA memberitahu Bupati Seluma bahwa irigasi akan dikeringkan secara total, tidak ada ganti rugi tanam tumbuh atas pelaksanaan proyek, terakhir meminta agar Bupati Seluma dan masyarakat untuk memberi dukungan. 

Sejak dikeringkan April lalu, fisik pekerjaan hanya berupa lapisan cor beronjong kiri kanan siring lebih kurang 50 meter dan dua tumpuk koral dipinggir alur irigasi dekat Desa Sengkuang.  Informasi yang kami terima dari warga sekitar, juga ada tumpukan material ke arah Desa Merbau. Selebihnya tidak ditemukan fisik proyek atau material proyek. 

Dari pantauan Konsorsium LSM Provinsi Bengkulu, progres fisik proyek tidak sesuai dengan jadwal pelaksanaan proyek. “kemaren kita langsung turun ke lokasi, ada informasi yang kita terima dari masyarakat, hampir dua bulan lalu proyek sudah ditinggal kontraktor, hanya ada sekali-sekali beberapa orang membersihkan siring” Ujar Syaiful Anwar

"

Progres fisik tidak seimbang dengan jadwal pelaksanaan dalam kontrak. Tandatangan kontrak dilaksanakan Tangal 30 Februari 2018 dengan masa kontrak 240 hari kalender. Artinya proyek tersebut akan berakhir 30 November 2018 atau 8 bulan masa kerja. Namun, sudah 5 bulan proyek berjalan fisik proyek tidak menunjukan data yang seimbang dengan jadwal pekerjaan. “Kondisi  ini seharusnya masuk dalam katagori kontrak kritis, aturanya jelas” Tukas Syaiful Anwar

Merujuk pada SE Menteri PUPR No. 07/Db/2015 tentang tata cara penanganan kontrak kritis. Disebutakan dalam huruf  E angka 2, kontrak kritis dapat diuji dengan dengan cara sebagai berikut yaitu ; Ketika   realisasi fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 10% pada periode I (rencana fisik pelaksanaan 0%-70% dari kontrak) atau terlambat lebih besar 5% pada  periode II (rencana fisik pelaksanaan 70%-100% dari kontrak), Maka sesui dengan difinisi kontrak kritis yang dimaksud dalam SE tersebut, kontrak proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi Air Seluma sudah lebih dari kritis bahkan terancam gagal kontrak. 

Konsorsium LSM Provinsi Bengkulu, mensiyalir proyek tersebut akan mengalami kegagalan serius karena jadwal pelaksanaan yang hanya menyisakan 3 bulan sedangkan progress fisik tidak lebih dari 20%. “tidak logis apabila pihak PJPA tetap melanjutkan kontrak ini, pihak AMMS sudah bekerja 5 bulan namun fisik hanya segitu, jadi tidak mungkin dengan waktu tiga bulan pihak AMMS dapat menyelesaikan proyek dengan baik, kecuali dengan cara disulap” Ujarnya

lebih lanjut, Syaiful Anwar memaparkan, seharusnya PPK melakukan pemutusan kontrak secara sepihak karena hampir dapat dipastikan kontraktor pelaksana tidak kompeten dalam melaksanakan proyek. Ketentuan diatur dalam Perpres 54 Tahun 2010 berikut perubahan terakhirnya menjadi Perpres No. 04 Tahun 2015 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah dan Permen PU No.07/PRT/M/2014 tentang tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi. 

Namun, yang wajib dicatat apakah uang negara yang dikucurkan sesuai dengan fisik proyek. Kalaulah uang negara telah lebih dibayarakan maka itu tentu punya konsekuensi hukum. “ kita tidak tahu berapa uang negara yang telah dikucurkan dengan progres fisik yang ada, kalau terjadi kelebihan pembayaran itu harus diusut secara hukum, tidak boleh lepas tangan, disitu juga ada uang jaminan pelaksanaan, harus dicairkan” Tegas Syaiful. 

Petani Kekeringan 

Tanggal 2 Juli 2018 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Merbau, Kecamatan Seluma Selatan mendatangi Kantor DPRD Seluma untuk menyampaikan keluhan masalah irigasi yang tak kunjung mengalir. Masa yang dipimpin oleh Kepala Desa Merbau ini mengeluhkan kondisi proyek irigasi yang tidak menunjukan tanda-tanda akan selesai.

“Kedatangan kita ke DPRD untuk hearing mempertanyakan kejelasan proyek irigasi bendungan seluma,” kata Kepala Desa Padang Merbau Kecamatan Seluma Selatan, Sasyadi, Senin 02 Juli 2018, dikutif dari garudadailly.com.

Kekesalan masyarakat bukan tanpa alasan, sebab sudah hampir dua bulan proyek ditinggal minggat oleh kontraktornya. Sejak dimulai bulan April lalu pengerjaan proyek hanya aktif sekitar satu bulan saja selebihnya pekerja hanya datang sekali-sekali. 

“sudah dua bulan proyek ini ditinggal tukang, ada sekali-sekali tukang yang datang” Demikian ucap Bapak Samsun, Warga Desa Sengkuang. Desa ini adalah desa yang paling terkena dampak dari proyek irigasi karena sawah-sawah mereka  tepat berada di jalur irigasi Air Seluma. 

Keluhan ini disampaikan warga lantaran proyek tidak kunjung dikerjakan sedangkan dilain pihak warga membutuhkan air untuk mengairi sawah. Irigasi Air Seluma adalah sumber air utama bagi warga sekitar. Air irigasi ini sudah kering sejak April lalu namun tidak kujung dikerjakan sehingga warga mengkhwatirkan proyek itu gagal dan sawah mereka jadi korban. 

“kalau biasanya kita sudah dua kali panen namun karena irigasi lagi direhab sawah kami kering, banyak yang beralih tanam kacang” Ujar Iriadi, Warga Desa Tanjung Serui. Iriadi sendiri beralih menanam kacang tanah. “kacang juga banyak yang mati karena tidak ada air” Tambahnya. 

"

Berbeda dengan Bapak Nyoto warga Desa Padang Genting  yang juga mengandalkan Irigasi Air Seluma untuk mengairi sawah miliknya. Bapak Nyoto terpaksa membeli mesin air untuk menyambung kelangsungan garapan sawah. Ini dilakukan lantaran sawah adalah satu-satunya usaha yang ia miliki. “saya beli mesin air, harganya 7 juta” Ujar Nyoto sambil menggendong pipa mesin air.  

Bendung Air Seluma yang dibangun era Presiden Suharto, 1975–1980 memilik luasan 7.467 Hektar. Irigasi Air Seluma adalah sumber utama pengairan sawah petani terutama di Kecamatan Seluma Selatan yang luas lahan persawahannya mencapai 1891 Hektar. Ribuan hektar sawah itu harus terbengkalai lantaran irigasi dalam ‘perbaikan’. 

Potensi Kerugian Negara ?

Pengertian jasa konstruksi menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi mencakup layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi. Proyek rehabilitasi Jaringan D.I irigasi Air Seluma masuk dalam tahapan pelaksanaan jasa konstruksi. 

Pada tahapan pelaksanaan ini pihak penyedia dituntut untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan jadwal yang telah disepakati dalam kontrak kerja. 

“disini kita sinyalir indikisi kerugian negara akan terjadi, apabila terjadi wan prestasi  dari pihak penyedia, seharusnya pemilik proyek menjalankan mekanisme aturan kontrak kritis yang telah diatur. Konsekuensi dari aturan itu, PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) melakukan pemutusan kontrak secara sepihak. Dengan catatan harus memenuhi mekanisme yang mengatur tentang pemutusan kontrak sepihak” Jelas Syaiful Anwar

"

SNVT PJPA Balai Wilayah Sungai Sumatra VII pihak yang paling bertanggungjawab karena instansi ini adalah pemilik proyek. Selanjutnya, AMMS selaku pelaksana dan PT Estetika Panca Sanjaya selaku konsultan, panitia lelang dan masih banyak lagi pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban apabila potensi kerugian negara benar terjadi. Miliaran uang negara akan terbuang percuma apabila terjadi pemutusan kontrak sedangkan dilain pihak pemilik proyek harus dihadapakan pada situasi kontrak kritis.
 
“kegagalan diawal akan berdampak pada hasil akhir, kalau diputus kontrak memang mereka punya uang jaminan pelaksanaan tapi itu bukanlah prinsip penyelenggaraan negara yang baik, potensi kerugian negara sangat mungkin terjadi karena fisik yang ada belum tentu sesuai spesfikasi dalam dokumen kontrak” Ucap Syaiful Anwar. 

Konsorsium sendiri akan tetap mengawal pelaksanaan proyek, dalam waktu dekat Konsorsium LSM Provinsi Bengkulu akan mendatangi langsung Kementrian PUPR “ kami menyakini kondisi ini diluar informasi yang diterima pihak Kementrian, kita akan mendatangi langsung Kementrian PUPR untuk melaporkan kondisi proyek karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak”  ujarnya. 

Reporter : Freddy Watania, Riki Susanto, Revi Hermanto
Editor : Riki Susanto