Cerita 'Si Minyak Manies' di Pulau Seberang

Mahmud Yunus

Ini adalah perjalanan dari pulau seberang. Pulau terdepan dan terluar Indonesia yang terletak di Samudera Hindia yang berpenduduk 4221Jiwa dan 1194 Kepala Keluarga menghuni 6 Desa terbagi dalam 6 Suku.

Namanya 'Si Minyak Manies' Pria kurus beralis tebal. Hari itu, dimana rencana yang dari dulu diimpikan akhirnya tercapai. Ya, sudah lama pria itu ingin kesana. Kata orang-orang pulau itu sangat Indah dan dihuni penduduk yang sangat ramah.

Sore itu, si Minyak Manies tidak sendirian, Si Minyak Manies bersama dua orang pria bertubuh gempal dan satu orang berpostur tinggi hitam berjenggot putih. Mereka bergegas menuju Pelabuhan Pulau Baai Kota Bengkulu. Tampak tas bewarna merah dan sebuah karpet hitam menempel dipunggung. Raut wajah kusam tergesa-gesa mengantri membeli sebuah tiket yang sudah mau habis.

Perjalanan dimulai. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.30 WIB. Suara terompet dari kapal KM Kulo Tello pun mengisyaratkan bahwa akan segera berangkat. Tidak tanggung-tanggung, perjalanan memakan waktu sekitar 12 jam. Artinya harus menginap di kapal, rasa cemas tak luput dari pikiran, bukan takut kedinginan namun kekhawatiran mabuk kapal yang konon katanya bisa membuat seseorang lunglai.

Tidak ada cerita menarik pada malam itu, cuacanya dingin dan angin bertiup kencang. Sesekali Kapal terasa bergoyang diterjang gelombang ombak bak memberikan pertanda bahwa kami sudah benar-benar berada ditengah laut dalam. Ditengah-tengah hilir mudik para penumpang lainnya di depan kantin, sesekali terdengar siulan dari salah sorang penumpang sebelah kanan kapal yang sedang tertidur lelap. 

Malampun larut dalam keheningan. Suara Adzan Shubuh terdengar di Toa Kapal. Dari kejauhan, terlihat lampu mercusuar di pelabuhan menandakan tujuan mereka tidak lama lagi sampai. Ya Kepulauan Enggano Provinsi Bengkulu.

Cerita dimulai. Tiba sekitar pukul 05.30 WIB kami bergegas turun dari kapal menuju Desa Malakoni namanya. Digerbang kapal tampak mobil mengantri turun. Mereka berinisiatif berjalan kaki sejauh 2 km. Terlihat pria tua berjenggot putih sesekali berhenti menarik nafas panjang. Namun apa daya, karena kami baru pertama kali kesana.

Tiba di Desa Apoho namanya, langkah kaki mereka berhenti di sebuah gedung. Lebih tepatnya Balai Desa Apoho. Raut wajah kebingungan tak dapat disembunyikan, belum tau harus tidur diamana apalagi tempat beristirahat. Merenung berfikir sembari menghisap sebatang cerutu.

Hari pertama, Gadis penyelamat. Mungkin julukan ini tepat diberikan dengannya. Ya, beliau adalah seorang Jurnalis salah satu stasiun TV Nasional. Usut punya usut, ternyata beliau sedang liputan khusus dan sudah dua pekan disana. 

Dari kejauhan gadis ini terlihat turun menghampiri. Si gadis pun menyapa dan menyodorkan beberapa pertanyaan, "Selama disini mau tinggal dimana," Tanya si gadis sembari bergurau. Singkatnya, kamipun ditawarkan untuk beristirahat di sebuah rumah. Dengan syarat harus minta izin terlebih dahulu dengan pemiliknya. Meskipun kondisi cuaca yang sangat panas, mereka terpukau melihat kebaikan sigadis itu. Tak mau buang waktu, 'Si Minyak Maniees' langsung pergi meminta izin kepada pemilik rumah dan hari pertamapun berlalu.

Hari kedua, suara ayam berkokok dan terdengar adzan shubuh memanggil. Mereka bergegas bangun, pertanda aktifitas segera dimulai. Si Minyak Manies terlihat sibuk menyiapkan peralatan liputan, Ya mereka ini adalah para jurnalis dari berbagai Media. Tugas mereka ternyata melakukan peliputan atas kunjungan kepala daerah yang meninjau kepulauan itu.

Terik matahari sangat panas saat itu, sesekali telihat keringat yang tak beraturan bercururan jatuh dari atas kening. Dahaga kering, air minum sangat terbatas. Namun, tugas tetaplah tugas, Si Minyak manies dan taman-temannya harus profesional sekalipun menahan dahaga yang mulai menjerit.

Tak banyak yang tahu, di Kepulauan Seberang terdapat sebuah Rumah Sakit Bergerak yang terletak di Desa Ka'Ana Kecamatan Enggano. Terlihat Si Minyak Manies sibuk mengabadikan gambar untuk keperluan berita. 

Si Minyak Manies hari itu berdiri disudut pintu tak jauh dari jalan masuk Rumah sakit. Terlihat seorang ibu-ibu mengenakan jilbab merah tua sambil menggendong anak kecil, kira-kira berumur 2 tahun menghampiri dan bertanya.

"Pak, sudah berapa hari disini,"celetusnya sambil membujuk anaknya yang sedang rewel.

Si Minyak Manies, "Sudah dua hari bu,"jawabnya sembari menatap ibu tersebut.

Sambungnya lagi, "Pak, sebenarnya kami disini susah kalau sakit, Keluhnya 

"Mengapa bu, apa kendalanya", celetuk 'Si Minyak Manies'

"Rumah sakit kami disini memiliki satu-satunya dokter pak, 15 tenaga kesehatan. Itupun Dokternya jarang sekali berada disini, mungkin dokternya bukan asli orang sini, jadi jarak jauh harus bolak balik kesini,"ceritanya lagi, sembari menatap tajam.

Percakapan itupun selesai, 'Si Minyak Manies' terlihat bergegas pergi kearah mobil. Pikirannya tak berhenti berntanya-tanya dengan apa yang disampaikan seorang ibu tadi. Hari kedua berlalu.

Keesokannya, tepat hari ke 3. Hari itu hari terakhir mereka berada disana. Berbagai cerita selama dua hari masih melekat jelas dipikiran. Salah satunya keluhan seorang Wali Murid, sebut saja si Bapak Kekar. Katanya, Beberapa oknum guru di Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berada di Desa Ka'Ana jarang sekali masuk, sehingga para murid kelas tiga yang tidak lama lagi menghadapi Ujian Nasional banyak ketinggalan pelajaran. Faktornya sama, mungkin mereka bukan asli dari sana sehingga jarak tempuh cukup lama. Namun, lagi-lagi si Minyak Manies tak bisa banyak berbuat, hanya sekedar mendengarkan keluhan dan menulisnya.

Hari ketigapun hampir berlalu, terik matahari panas dan sudah hampir petang. Kapal KM Perintis terlihat sudah bersandar di Pelabuhan Malakoni. Singkatnya, kami harus segera pulang dengan kepal menempuh perjalanan selama 12 jam. 

Diakhir cerita, dengan segala cerita selama tiga hari disana, "Si Minyak Manies" berharap dengan kerendahan hati, ceritanya dapat memberikan kepekaan terhadap para pemimpin yang sedang berkuasa saat ini. Terutama persoalan Pelayanan Kesehatan, Pendidikan. Apapun alasannya, sebuah pulau yang memiliki ribuan penduduk itu adalah saudara kami, mereka patut diperhatikan dan mendapatkan perhatian dari para penguasa saat ini. Semoga saja cerah di provinsi ini berdampak dengan saudara-saudara kami disana.

Penulis : Mahmud Yunus/Jurnalis di Bengkulu