Benny Suharto: Sampah Bukan Sampah, Warga Kota Bengkulu Tidak Perlu Iuran

Benny Suharto

Calon Wali Kota Bengkulu, Benny Suharto saat meninjau TPA Air Sebakul Kota Bengkulu, Foto: Dok

Interaktif News - “Sampah Bukan Sampah”. Narasi itu nampak nyeleneh sekaligus mustahil namun berbeda ketika diucapkan Calon Wali Kota Bengkulu, Benny Suharto. Sampah dihadapan Benny bukan sesuatu yang menakutkan karena beban pengeluaran, tidak identik dengan masalah klasik warga perkotaan, bukan ancaman melainkan peluang. Sampah dalam pandangan Benny memang sebuah keniscayaan namun kemampuan beradaptasi dan berinovasi yang akan menentukan. Apakah sampah tetap menjadi sampah (masalah) atau sebaliknya menjadi potensi ekonomi.

Benny mengawali idenya dengan rencana penguatan dan revisi regulasi yang mengatur tentang manajemen tata kelolah sampah. Payung hukum menurut Benny dibutuhkan sebagai pijakan pemerintah dalam membuat kebijakan namun yang dimaksud adalah payung hukum yang pro-pelayanan dan pro-bisnis untuk kesejahteraan masyarakat. Bukan payung hukum yang justru mengingkat inovasi, terlebih lagi membebani masyarakat. 

“Ketika kita berbicara dalam kapasistas pemerintahan maka core-nya adalah regulasi. Kita lihat dulu regulasi yan kita punya seperti apa, apakah cukup akomodatif untuk melakukan terobosan-terbosan atau regulasinya kaku sehingga menjebak kita sendiri. Saya melihat penanganan sampah kita saat ini masih sangat konvensional, miskin inovasi akibatnya masalah sampah kita jadi sorotan. Tentu hulu dari masalah ini adalah soal kebijakan dan muaranya lagi adalah regulasi” kata Benny

Kedua kata Benny, perlu dilakukan validasi data sehingga tidak meraba-raba dalam membuat kebijakan. Data Base dalam mengkonstruksi sebuah kebijakan publik adalah kebutuhan wajib agar masalah dan solusi bisa dipadukan. Data bukan hanya dibutuhkan untuk menangani sampah itu sendiri namun untuk kebijakan multisektoral. Misalnya infrastruktur tata kota yang harus ramah dengan penanganan sampah dan sektor lain seperti manajemen UMKM, manajemen sektor publik, transportasi dan lain-lain.

“Saya dapat data katanya sampah kita itu 400 ton per hari tapi jujur saja saya kurang yakin. Saya mala terkejut mendengar data ini. Saya pernah naya teman di Banyumas sampah mereka cuma 600 ton per hari dengan jumlah penduduk 1,8 juta sedangkan penduduk kita cuma 394 ribu lebih. Saya belum bisa memastikan apakah data itu benar tapi perlu dikaji ulang dengan cara melakukan validasi agar matching antara masalah dan solusi yang ditawarkan” kata Benny.

Kabupaten Banyumas sambung Benny patut menjadi rujukan karena menjadi kabupaten dengan predikat penanganan sampah terbaik se-Asia Tenggara. Role model penanganan sampah di Banyumas diawali dengan masalah sampah yang tidak terkendali. Kemudian muncul insiatif melalui Program Banyuwangi Hijau (BWH) untuk pengelolaan sampah berkelanjutan. Program ini kemudian didukung kesadaran masyarakat sehingga Pemda Banyumas mampu menjadi kiblat penanganan sampah. 

“Saya sudah mengobrol banyak, mereka (Pemda Banyumas) menggabungkan model pengelolaan sampah perkotaan dalam konsep sampah sirkular dengan penekanan pada solusi daur ulang guna meningkatkan nilai ekonomi sampah. Mereka juga mendorong partisipasi aktif masyarakat dan keterlibatan multi-sektor untuk menyediakan layanan persampahan terintegrasi. Hasilnya mereka mampu menjadi yang terbaik bukan di Indonesia tapi skala Asia Tenggara. Artinya do able, kita bisa seperti mereka, sampah tanpa iuran. Ini soal niat saja” kata Benny. 

Partisapsi Multisektor, untuk Kota Bengkulu Hijau dan Berkelanjutan

Benny Suharto kemudian menawarkan konsep “Kota Bengkulu Hijau Berkelanjutan” dengan empat treatmen utama yakni Manajemen Kelembagaan, Sistem Operasional Persampahan, Komunikasi Perubahan Perilaku, dan Inovasi Pendanaan. Penekanannya pada aspek pengelolah sampah yakni menjadikan sampah sebagai barang yang bernilai ekonomis dengan menerapkan manajemen yang profesional. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tidak lagi menjadi solusi tunggal dalam mengatasi masalah persampahan.

“Pertama kita ubah dulu sampah ini menjadi barang bernilai ekonomis ketika mainsetnya sudah berubah maka sampah tidak lagi menjadi sampah tapi bisnis. Caranya sampah itu dikelolah dalam 3 kelompok pertama bijih plastik ini bisa dijual langsung. Penampungnya banyak di Jakarta harganya bisa Rp 6.000 per kilo. Sampah seperti ini bisa langsung jadi uang, kita jual ke off taker, saya sudah komunikasi. Kedua kertas, sayur dan daun-daunan diolah menjadi bubur atau tepung. Kemudian dipecah lagi untuk pakan ternak, bikin magot kemudian dibuat lagi jadi pupuk. Ketiga plastik dan kaleng dan bahan lain yang tidak bisa diolah, ini kita cacah menjadi MDF untuk bahan bakar” kata Benny Suharto 

Pada aspek kelembagaan, Benny Suharto akan membangun Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di setiap kecamatan yang akan akan menjadi pusat pengubah sampah menjadi barang bernilai ekonomis. Selanjutnya dibentuk Kolompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang akan bertugas menjadi sistem operasional persampahan. KSM ini nantinya selain menjadi leader dalam tata kelolah sampah tapi sebagai upaya menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat.   

“Mungkin orang akan bertanya bagaimana dengan nasib pihak-pihak swasta yang selama ini menjadi pengumpul sampah? Saya katakan, tidak perlu khawatir justru konsep ini akan menjadi solusi bersama. Mereka akan menjadi mitra pemerintah dalam bentuk KSM dengan proyeksi sama-sama menghasilkan uang. Kuncinya itu menjadikan sampah sebagai barang bernilai eknomis artinya ini soal pendapatan tidak lagi berbicara masalah, yang akan kita lakukan membangun pendapatan daerah dengan sampah berbasis pelayanan” kata Benny 

Kemudian kata Benny Suharto, yang tidak kala penting adalah membangun kesadaran di tengah masyarakat akan pentingnya lingkungan hijau yang berkelanjutan. Pemerintah bersama KSM, kelompok komunitas dan seluruh stakeholder bertugas membangun kesadaran di tengah masyarakat. Masyarakat dan pemerintah harus dalam prespektif yang sama bahwa menjaga lingkungan adalah ciri masyarakat metropolitan yang modern. Pemerintah juga perlu melakukan inovasi pendanaan agar penanganan sampah tidak lagi menjadi beban APBD melainkan menjadi potensi pendapatan daerah yang menjanjikan. 

“Inti dari skema program yang saya tawarkan adalah bagaimana kita mengubah sampah menjadi baranng yang bernilai ekonomis. Sampah bukan sampah tapi sampah adalah sumber daya ekonomi, sampah adalah uang. Ini bukan hayalan, sudah banyak pemerintah daerah yang menerapkan. Bagaiaman menangani sampah tanpa TPA dan menjadikannya sumber pendapatan. Jika ini kita lakukan dengan manajemen yang baik dan dukungan seluruh pihak maka warga Kota Bengkulu tidak perlu iuran membuang sampah. Saya jamin gratis.” kata Benny Suharto.

Reporter: Irfan Arief