Bendungan Menyusut, Petani Pemakai Air Diminta Tunda Tanam

Bendungan Air Manjunto Mukomuko

UPTD Pengairan Dinas PUPR Kabupaten Mukomuko saat meninjau Bendungan Air Manjunto. Minggu, 28 November 2021. Foto/Dok: Sutrimo

Interaktif News - Kemarau panjang yang terjadi di Kabupaten Mukomuko sejak tiga minggu lalu mengakibatkan debit air di Bendungan Air Manjunto,Kecamatan V Koto terus mengalami devisit hingga mencapai 1.200 liter meter kubik (M3) perdetik. 

Jika beberapa hari kedepan masih terjadi kemarau panjang, dapat dipastikan air Bendungan Air Manjunto bakal mengering. Lahan persawahan milik masyarakat seluas 2.851 hektar di Daerah Irigasi (DI) Manjunto Kiri dan seluas 1.291 hektar di DI Manjunto Kanan, ikut terancam kekeringan. 

Kepala UPTD Pengairan Dinas PUPR Kabupaten Mukomuko, Debiriadi, S.AP mengatakan, ancaman kekeringan lahan persawahan yang disebabkan terjadinya devisit air Bendungan Air Manjunto, sudah disampaikan kepada masyarakat baik secara langsung maupun melalui surat edaran Nomor 800/25/D3/UPTD-AIR/XI/2021. 

Adapun isi surat edaran tersebut,meminta masyarakat petani pemakai air melakukan penundaan olah tanam, bagi yang belum menanam padi.

“Menanggapi musim kemarau, dengan situasi dan kondisi air Bendungan dalam keadaan kritis maka kami minta kepada seluruh petani pemakai air di wilayah Daerah Irigasi Manjunto untuk dapat menunda olah tanam
dalam waktu 15 hari kedepan,”kata Debiriadi didampingi Bustari, ST, MT saat meninjau bendungan, Minggu (28/11/2021)

"Untuk sekarang ini setidaknya ada seluas 3.442 hektar lahan persawahan sudah diolah untuk ditanami padi sawah di musim tanam (MT) ke tiga tahun 2021. 

Dengan ketersediaan air Bendungan yang sangat kritis, pihaknya memastikan tidak bisa mencukupi kebutuhan air bagi masyarakat tani secara maksimal. Selain itu kata Debi, pihaknya juga akan melakukan sistem bergilir dalam penggunaan air. Upaya tersebut sebagai antisipasi terjadinya konflik petani dalam penggunaan air.

“Jikalau beberapa hari kedepan masih terjadi kemarau panjang, kami akan melakukan metode buka tutup atau giliran pemakaian air per tiga hari sekali di irigasi skunder. Itu pun kalau airnya cukup. Tujuanya, dengan ketersediaan air yang makin sedikit dapat dimanfaakan oleh seluruh petani yang sudah terlanjut mengolah tanah,” ujarnya.

Lanjut Debi, kejadian ini tidak hanya terjadi di tahun 2021 ini. Namun pada tahun 2018, dan 2019 yang lalu, hal serupa juga terjadi. Hanya saja yang jadi permasalahan sekarang, baru tiga  minggu terjadi kemarau, air Bendungan mulai mengering.

“Saya tidak mau berandai-andai soal penyebabnya. Kalau tahun sebelumnya air di Bendungan itu kering, wajar saja, karena terjadi kemarau hingga beberapa bulan. Soal terjadinya devisit air di Bendungan Air Manjunto, kami kembali ingatkan agar masyarakat tani dapat menunda olah tanah hingga 15 hari kedepan,” pungkasnya.

Sementara, Tim Satker OP Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII Bengkulu, Muhamad Eko Dinasti, ST, ketika dikonfimasi oleh awak media tidak menampik jika air di Bendungan terus mengalami devisit. 

Ia juga tidak mengelak, selain karena faktor alam terjadinya musim kemarau, ada juga dugaan karena terjadinya alih fungsi lahan di kawasan hulu sungai. Kejadian itu, berdampak tehadap kualitas air di kawasan hilir aliran sungai.

“Secara keseluruhan ada dugaan ke arah situ. Kawasan hulu sungai memiliki peran penting, selain sebagai tempat penyedia air untuk dialirkan ke daerah hilirnya untuk kepentingan pertanian, juga untuk menjaga keseimbangan ekologis,” kata Eko.

Untuk itu, Eko juga mengimbau kepada masyarakat agar dapat menjaga dan memilihara kondisi hulu dan daerah aliran sungai (DAS) Air Manjunto dengan tidak merusak atau mengalih fungsikan untuk pemukiman,
perkebunan, dan lainnya. 

Dengan upaya itu, diharapkan ketersediaan air akan selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat meski terjadi kemarau panjang.

“Itu yang selalu kita harapkan. Mudah – mudahan saja kemarau panjang ini segera berlalu, dan masyarakat tani bisa segera mengolah tanahnya untuk ditanami padi sawah,” kata Eko.

Reporter: Sutrimo
Editor: Alfridho AP