HUT Polwan ke-72, Berikut Sejarahnya yang Berawal dari 6 Orang Perwira

Polwan

Polwan Bengkulu, Poto:Dok/IG @debitaangraini

Interaktif News – Pada masa penjajahan Belanda, Akibat serangan besar-besaran Belanda, arus pengungsian terjadi dimana-mana pria, wanita dan anak-anak meninggalkan rumah mereka untuk menjauhi titik titik peperangan, pengungsian besar-besaran itu berpotensi menimbulkan masalah jika ada penyusup atau kriminal di antara pengungsi yang masuk ke wilayah-wilayah yang dikuasai Republik. 

Bila ada kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak atau wanita para pengungsi perempuan menolak digeledah oleh Polisi pria. Maka para pejabat kepolisian seringkali meminta bantuan kepada istri-istrinya untuk melakukan pemeriksaan dan penggeledahan.

Menyadari akan kebutuhan petugas wanita untuk menjalankan tugas-tugas kepolisian yang tidak dapat dilakukan oleh Polisi pria, maka pimpinan Polri pada saat itu memutuskan untuk menjadi polisi wanita. Pada akhirnya pada tanggal 1 September 1948 dimulai pendidikan kader kepolisian untuk tingkat Perwira Angkatan 3 di Bukittinggi dengan 50 (lima puluh orang siswa), 6 (enam) orang di antaranya adalah calon polisi wanita yang kemudian dikenal dengan polwan pertama di Indonesia atau perintis polisi wanita. 

Keenam Perintis polisi wanita tersebut adalah Nelly Pauna Situmorang, Djasmainar Husein, Rosmalina Pramono, Maria Mufti, Rosnalina Taher, dan Dahniar Sukotjo. Enam polisi wanita perintis ini juga menjadi anggota Angkatan Bersenjata RI perempuan pertama. Rata-rata, mereka nantinya pensiun dengan pangkat kolonel polisi atau komisaris besar polisi.

Namun, proses pendidikan mereka sebagai polwan sempat terputus karena agresi Belanda. Mereka terpaksa harus ikut bergerilya ke pedalaman. Pada Januari 1950, terbit perintah dari Jawatan Kepolisian Sumatera, dan akhirnya mereka kembali melanjutkan pendidikan hingga dilantik pada 1951.

Hasil Kongres III tahun 1957, Kepala Kepolisian Negara mengirim tiga polwan itu ke Amerika Serikat untuk menjalani pendidikan kepolisian wanita. Pada Juni 1957, Kowani membentuk kembali pendidikan Polwan. Lantas pada 1964, pendidikan polwan berada di bawah Kepolisian Wanita di Mabes Polisi, dan tiga tahun kemudian berubah menjadi Pusat Polisi Wanita.

Setelah Indonesia merdeka, Organisasi Wanita dan Wanita Islam mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk membolehkan wanita ikut dalam pendidikan kepolisian. Gagasan penerimaan kembali tenaga polisi wanita juga mendapat dukungan penuh dari Bhayangkari dan perjuangan untuk itu diteruskan melalui kongres wanita Indonesia (Kowani).

Sebagai hasilnya, muncullah Brigadir-Brigadir Polisi wanita yang cukup menonjol dan disegani masyarakat karena kemampuan intelijen dan tugas umum. Pada bulan Juni 1962, untuk pertama kalinya 4 orang Brigadir polwan ditugaskan pada Detasemen kawal pribadi korps Brimob di Istana Presiden.

Seiring dengan berjalannya waktu tugas polisi wanita terus berkembang sehingga tugas tersebut tidak lagi dapat dipisahkan dengan tugas polisi lainnya sama-sama menjadi aparat negara yang menjalankan tugas sebagai pelindung pengayom dan pelayanan masyarakat serta penegakan hukum dalam masyarakat.

Jas merah, jangan sekali-sekali Melupakan sejarah, untuk mengenang kebangkitan wanita-wanita pilihan di Republik Indonesia dalam turut serta membangun negeri ini, pada tanggal 1 September 2015 dibangun Monumen polwan di Bukittinggi sebagai Kota lahirnya polwan. Sumatera Barat menjadi saksi bisu semangat ESTHI BHAKTI WARAPSARI dalam membangun negeri. Majulah polisi wanita Republik Indonesia di usiamu yang ke-70 setelah bersinar dan mengabdi kepada Ibu Pertiwi. [***]

Editor: Irfan Arief