Interaktif News – Sekitar satu minggu pasca perayaan Idulfitri, harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Bengkulu mengalami penurunan dari harga semula yang berada di angka Rp3.000 per kilogram. Penurunan harga ini memicu keresahan di kalangan petani sawit

Wakil Gubernur (Wagub) Bengkulu, Mian langsung merespon dengan melakukan inspeksi mendadak ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Alno Agro Utama Sumindo Oil Mill di Kabupaten Bengkulu Utara pada Rabu, (9/4/25).

“Setelah Lebaran, grafik harga TBS terus menurun. Saat ini, harga berkisar antara Rp2.800 hingga Rp2.700 per kilogram,” ungkap Mian.

Dikatakan Mian penurunan harga TBS ini dipicu oleh kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang memberlakukan tarif impor sebesar 32 persen terhadap produk sawit dari Indonesia.

“Jangan sampai kebijakan Donald Trump yang menaikkan bea masuk 32 persen ini dijadikan alasan utama. Padahal, berdasarkan data, ekspor CPO ke Amerika hanya sekitar 15 persen, tidak lebih dari itu,” tegasnya.

Wagub Mian meminta pihak PKS untuk menjaga stabilitas harga TBS di tingkat petani agar tidak terus menjadi persoalan yang meresahkan.

“Kalau pun harga pasar internasional turun, ikuti dengan penyesuaian yang wajar. Pemerintah harus hadir di tengah masyarakat. Soal penurunan harga sawit sebesar Rp300 dalam sepekan terakhir ini sudah ramai diperbincangkan. Ini harus menjadi perhatian kita bersama,” kata dia.

Sebelumnya Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor baru. Langkah kebijakan tarif impor baru tersebut sebagai bagian dari liberation day, untuk membebaskan ekonomi Amerika dari ketergantungan impor.

“Ini adalah bentuk kemerdekaan ekonomi kita. Pabrik-pabrik dan lapangan kerja akan kembali muncul di Amerika, dan hal itu sudah mulai terlihat,” kata Trump dalam pidatonya, Rabu (2/4/2025).

Dari kebijakan terbaru AS tersebut, negara ASEAN dikenakan beragam tarif berbeda, seperti Filipina 17 persen, Singapura 10 persen, Malaysia 24 persen, Kamboja 49 persen, Thailand 36 persen, dan Vietnam 46 persen dan Indonesia 32 persen.

Kebijakan tarif tinggi ini menjadi pukulan keras bagi perekonomian Indonesia. Bagi eksportir Indonesia, kebijakan tarif impor baru ini bukan sekadar angka di atas kertas. Industri tekstil, alas kaki, furniture, karet, hingga perikanan selama ini mengandalkan pasar AS sebagai salah satu tujuan utama ekspor.

Editor: Repi Pratomo