Gairah dan Harapan Rakyat Menuju Pilwakot 2018

Gairah dan Harapan Rakyat Menuju Pilwakot 2018

“Rakyat Jangan Terjebak Sihir Citra dan Janji Manis Calon Walikota”

Image (citra) dewasa ini telah menjelma menjadi matra gaib yang “menyihir” menyusup ke segala sisi kehidupan individu dan masyarakat, bahkan memainkan peranan besar dalam dunia politik dan kekuasaan, sehingga para kandidat (termasuk Calon Walikota Bengkulu) akan yang bersaing guna memperebutkan posisi berbagai jabatan pun menaruh perhatian besar terhadap citra.

Lebih parah lagi, dominasi citra merasuk pula ke wilayah praksis kekuasaan dan menjadi bahan pertimbangan utama dalam keputusan politik dan kebijakan pemerintah yang tergambar dalam istilah populis dan tidak populis.

Dalam makna awal, istilah populis mengacu pada seri kebijakan dan keputusan politik yang mengedepankan hak dan kepentingan rakyat. namun, bagi kalangan tertentu ! istilah populis kerap diselewengkan menjadi populer, terkenal, dan merakyat ! tanpa menghitung kembali apakah hak dan kepentingan rakyat sungguh menjadi ukuran, pedoman, dan tujuan nyata dari kebijakan dan keputusan politik.

Bagi sebagian kalangan, rakyat adalah massa tanpa nama, objek dan bukan subjek kekuasaan dan pembangunan, dengan demikian, sikap yang diambil berciri dua dimensi ; di satu pihak menjamin kerja sama dan toleransi minimum dengan kalangan oposisi dan dipihak lain menciptakan citra baik dan murah hati dikalangan rakyat jelata.

Berpijak pada dominasi citra dalam semesta aktivitas moderen-kontemporer, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa manusia hidup dalam imperium citra ! citra adalah sang kaisar, ukuran mutlak, pedoman tertinggi dan nilai supermum dalam relasi, interaksi, komunikasi, dan aksi entah itu pada lingkup pribadi, keluarga, komunitas, nasional, regional, dan global.

Generasi moderen kontemporer lebih mementingkan bungkusan dari pada isi, kesan dari pada subtansi, tampilan dari pada inti sari, peran dari pada jati diri, sehingga jangan heran bila dalam tatanan hidup bersama, hampir rata-rata dis-kursus dan diskusi berhenti hanya pada sensasi tanpa solusi.

Hari Pencoblosan untuk pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Bengkulu  dan Pilkada serentak di beberapa daerah di Negara Republik Indonesia tinggal menunggu hari tepatnya 27 Juni 2018. Tentunya kita semua  berharap, melalui Pilkada  tersebut, kita akan memperoleh pemimpin Kota Bengkulu yang berkulitas, yang mampu mewujudkan pemimpin yang amanah. Harapan besar akan lahir pemimpin yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan pelayanan umum dan meningkatkan daya saing daerah adalah harapan rakyat kota Bengkulu.

Untuk mewujudkannya memang tidak mudah, diperlukan pemimpin yang berkualitas, yang mampu menggerakan seluruh elemen masyarakat, untuk menggali semua potensi yang ada di daerah, guna dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat banyak. Untuk mendapatkan seorang pemimpin yang benar-benar berkualitas dalam Pikada langsung tentunya kita harus menggunakan hak pilih kita untuk memilih.


Masalahnya, dengan berbagai pilihan yang ada dengan kandidat yang mengucapkan segudang janji-janji, acapkali kita seringkali ragu dengan kandidat yang hendak kita pilh. Hal tersebut sebenarnya mengisyaratkan percampuran berbagai kondisi psikologis masyarakat, antara kepedulian untuk ikut Pemilukada, apatisme, dan ketiadaan harapan untuk masa depan pasca-Pemilukada. Pesimisme masa depan dan janji kampanye yang sekadar isapan jempol akhirnya mendorong pemilih menjadi pragmatis. Belum lagi adanya anggapan, siapa pun yang berkuasa tidak akan mampu melakukan perubahan signifikan.

Dalam ilmu politik, perilaku pemilih (political behaviour) merupakan kajian dengan wilayah studi tersendiri. Dalam Pilkada, para ahli mengelompokan beberapa kategori, yakni kelompok; Pertama menentukan pilihannya karena kesamaan ideologi dengan kandidat. Kategori pemilih Kedua, memilih berdasarkan pada afiliasi partai politik. Kandidat yang didukung partai politik pilihannya, kepada dialah pilihan dijatuhkan. Pemilih kategori Ketiga, memilih berdasarkan kesamaan etnisitas. Keempat, adalah memilih berdasarkan pada pragmatisme politik. Pragmatisme ini bisa muncul karena banyak hal, seperti politik uang, kedekatan dengan kandidat, dan sebagainya, Kelima, adalah memilih berdasarkan program dan integritas kandidat. Pemilih kategori ini adalah pemilih rasional.

Dalam alam demokrasi Pilkada merupakan prasyarat utama dan tanda utama apakah demokrasi terjadi atau tidak. Pilkada Kota Bengkulu adalah ruang untuk menunjukkan keberkuasaan rakyat Kota Bengkulu atas calon pemimpin Kota Bengkulu yang mereka pilih. Melalui proses pemilihan itu, rakyat menyerahkan sebagian kedaulatannya kepada pemimpin mereka. 

Pilkada juga merupakan pembeda antara demokrasi dan nondemokrasi, dalam proses pemilihan maupun bentuk pertanggungjawaban kepada publik. Dengan Pilkada rakyat bisa menuntut pertanggungjawaban atas kinerja sebuah pemerintahan yang berujung pada apakah ia masih layak dipilih lagi atau tidak.

Kemudian, bagaimana masyarakat memilih dengan cerdas sehingga melahirkan pemimpin yang berkualitas? 

Memilih dengan cerdas, berarti memilih dengan menggunakan akal sehat dan hati nurani. Memilih dengan akal sehat, berarti kita memilih dengan menggunakan penilaian yang objektif, tanpa dipengaruhi oleh faktor uang, hubungan kekerabatan, suku, daerah, agama, dll. Memilih dengan hati nurani, berarti kita harus melihat dengan hati nurani kita, siapa sebenarnya calon yang akan kita pilih, bagaimana kualitas moralnya, kualitas intelektualnya dan keterampilan profesional yang dimilikinya.

Untuk menjadi  pemilih cerdas kita harus  mengenali calon sebelum menentukan pilihan, dengan cara menyelusuri riwayat hidup sang calon dan partai politik yang mengusungnya, dalam hal ini termasuk latar belakang pendidikan, pekerjaan, aktifitas dalam masyarakat, dan juga pribadi yang bersangkutan dalam kehidupan sehari-hari di  masyarakat. Demi pencitraan seringkali para calon membuat riwayat hidupnya begitu lengkap dan dan meyakinkan. Nah, disinilah diperlukan kecermatan dan kecerdasan pemilih untuk menilai riwayat hidup tersebut, melalui berbagai cara yang dimungkinkan.

Sebagai pemilih cerdas, kita juga harus mengetahui visi, misi dan program para kandidat, visi  merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan cita-cita atau impian seorang calon yang ingin dicapai ketika terpilih nantinya. Sedangkan, sebuah visi yang baik adalah dapat dibayangkan, menarik, realistis atau dapat dicapai, jelas, aspiratif dan responsif terhadap perubahan lingkun¬gan, serta mudah dipahami. Para Pemilih dan masyarakat dapat mengetahui visi calon dapat dicermati melalui kampanye maupun pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh calon.

Sementara Misi adalah lanjutan dari visi. Sebenarnya misi adalah alasan mendasar eksistensi dari visi, yang telah mengarahkan secara tegas calon menuju suatu tujuan yang secara teknis dapat dijabarkan ke dalam program-program. Harus terdapat korelasi antara visi, misi, dan program. Misi berada ditempat strategis, sebab secara filosofis mesti bisa menterjemahkan visi dan mampu diimplemantasikan ke dalam program secara teknis. Hubungan visi, misi dan program dapat menjadi tolak ukur dalam melihat kapasitas para kandidat.

Begitu juga dengan program yang ditawarkan oleh para kandidat, program yang baik seharusnya adalah penterjemahan secara teknis dari visi dan misi. Para kandidat kerap mengemas program yang mereka tawarkan terdengar sangat baik atau terlihat sempurna. Disinilah pemilih harus cerdas dan dapat menilai apakah program-program tersebut realistis,terutama jika dilihat  kemam¬puan para calon, apakah menyentuh persoalan-persoalan yang dihadapi para pemilih dan masyarakat, dan apakah benar-benar dirancang dengan suatu pemikiran yang komprehensif.

Kesadaran pemilih tentang perlunya mencermati secara cerdas para kandidat adalah kunci utama terpilihnya pemimpin yang akan bisa mengatasi persoalan rakyat. Hal inilah yang seharusnya terus ditumbuhkan oleh para masyarakat.

Masyarakat harus sadar bahwa Pilkada Kota Bengkulu adalah adalah persoalan penentuan orang yang nantinya akan menentukan nasib masyarakat Kota Bengkulu lima tahun ke depan. Tanpa bekerjanya prinsip-prinsip demokrasi maka pilkada Kota Bengkulu sama saja dengan “buang-buang uang” untuk sesuatu yang tidak bermanfaat.

Selamat memilih Rakyat Cerdas Kota Bengkulu

Penulis : Freddy Watania 
Editor : Riki Susanto