Tambang PT. Injatama di Desa Pondok Bakil, Bengkulu Utara, Foto: Dok/Kanopi Hijau Indonesia
Interaktif News - Jika berkunjung ke Desa Pondok Bakil, Kecamatan Ulok Kupai, Bengkulu Utara, pemandangan pertama yang akan dilihat adalah tumpukan batu bara yang menggunung, lubang tambang dan debu yang beterbangan.
Menuju Desa Pondok Bakil sendiri harus melewati area pertambangan kemudian turun ke lembah. Desa ini dihuni 579 jiwa.
Kehadiran PT. Injatama diawal memang memberikan harapan baru bagi warga Pondok Bakil. Rute yang selama ini memerlukan 1,5 jam untuk menuju ke Ketahun cukup ditempuh 30 menit saja berkat jalan yang dibuat perusahaan. Selebihnya hanya kerusakan.
Dampak buruk kehadiran PT. Injatama mulai dirasakan warga saat lahan persawahan Tanjung Budi kehilangan sumber air. Lahan persawahan yang menjadi garapan masyarakat 3 desa; Desa Gunung Payung, Desa Pondok Bakil dan Desa Talang Berantai tak dapat lagi digunakan, irigasi mati total.
Awalnya dampak tersebut direspon oleh PT.Injatama. Mereka menyanggupi ganti rugi lahan persawahan dengan memberikan uang Rp 2 juta untuk 50 orang warga. Padahal dalam perjanjian ganti rugi tersebut untuk seluruh warga yang terdampak.
Dampak tambang PT. Injatama terus meluas dengan tercemarnya Sungai Sepage yang merupakan anak Sungai Ketahun. Sungai ini menjadi sumber air bersih bagi warga Pondok Bakil. Kondisinya sekarang sudah tidak memungkinkan untuk dikonsumsi sehingga warga terpkasa membeli air galon.
Terbaru, mencuatnya kasus pemindahan jalan milik Provinsi Bengkulu sepanjang 2,700 KM yang dilakukan PT. Injatama kurun 2013-2014. Pengealihan ini menyebabkan warga Pondok Bakil sengsara lantaran tidak dirawat dengan baik, tidak ada drainase yang memadai. Ketika hujan jalan pengganti itu tergenang dan berlumpur.
Jalan yang dibuat dengan tanah timbunan saat ini dalam keadaan amblas dan berlubang. Sisi jalan yang berdampingan dengan Sungai Ketahun mengalami abrasi. Sampai dengan sekarang tidak ada tindakan untuk menyelesaikan persoalan ini.
Dampak tersebut menjadi keresahan warga. Bukan tidak ada upaya untuk menuntut perusahaan mengatasi hal tersebut. Mulai dari pertemuan yang menghasilkan kesepakatan yang diingkari oleh PT. Injatama, blokade sampai dengan kampanye media telah dilakukan. Namun, sampai dengan sekarang belum ada tindakan yang berarti.
Demikian disampaikan Menejer Kampanye Anti Tambang Kanopi Hijau Indonesia, Hosani Hutapea dalam rilisnya, Kamis, (27/10/22). Ia mengatakan, sudah sepantasnya pemerintah fokus pada transisi energi terbarukan yang tetap pada prinsip berkeadilan untuk ruang hidup Indonesia yang baik dan sehat.
Melalui forum Posko Puyang Ratu Sakti (PARASAKTI) Hosani meminta negara untuk melakukan pengawasan dan penindakan terhadap dampak-dampak tambang batubara akibat beroperasinya PT. Injatama.
Permintaan tersebut telah dilayangkan melalui surat yang ditujukan pada 3 instansi negara yaitu Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, PUPR, dan ESDM.
Surat juga ditembuskan langsung ke Gubernur Bengkulu, Wali Kota Bengkulu, Bupati Bengkulu Utara, Presiden Republik Indonesia, KLHK RI, Kementerian PUPR RI, Kementerian ESDM RI, dan DPR RI.
Ketua PARASAKTI, Yusmanilu mengatakan, pemerintah harus memperhatikan aktivitas perusahaan tambang batubara yang berada di Desa Pondok Bakil.
“Kepada DLHK Provinsi Bengkulu, disposal yang berada di atas desa adalah ancaman bagi kami warga Pondok Bakil dan juga lubang tambang yang belum direklamasi adalah ancaman bagi anak cucu kami dan beberapa dampak lingkungan yang diakibatkan PT.Injatama” kata Yusmanilu dalam rilisnya, Kamis, (27/10/22)
Ia juga meminta pihak PUPR Bengkulu tegas menindak pemindahan jalan provinsi oleh PT.Injatama serta pihak ESDM meninjau kembali IUP yang dimiliki PT. Injatama.
Editor: Iman SP Noya