Nelayan Pantai Jakat, Kota Bengkulu mengamati cuaca sebelum melaut, Foto: Dok/Irfan Arief
Interaktif News - Indonesia menghadapi tantangan berat dalam wujud musim kemarau yang semakin memanjang dan berpotensi ekstrem. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan serius terkait musim kemarau yang diprediksi akan berlanjut.
Kemarau panjang dan ekstrem diprediksi akan menjadi pemandangan yang umum di seluruh Indonesia dalam beberapa bulan kedepan. Faktor pemicu utama di balik fenomena ini adalah El Nino yang berdampak pada peningkatan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik yang kemudian berdampak pada pola cuaca yang tidak stabil.
Namun, dibalik fenomena cuaca yang terjadi beberapa bulan terakhir, ternyata Provinsi Bengkulu menyimpan keunikan terkait dengan perubahan iklim dan cuaca. Menurut Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Republik Indonesia, Bengkulu merupakan pusat iklim Indonesia yang kemudian berdampak pada perubahan iklim dunia.
"Bisa dikatakan begitu, untuk Indonesia pusat iklim di Bengkulu sedangkan Benua Maritim Indonesia memberi pengaruh penting terhadap iklim dunia," kata Ketua Tim Peneliti iklim Benua Maritim Indonesia (BMI) BPPT, Fadli Syamsudin tahun 2015 lalu.
Hal itu terungkap berdasarkan hasil penelitian BPPT yang dilakukan pada rentang 9 November-25 Desember 2015 silam. "Bersama kami, terdapat enam peneliti dari BPPT-nya Jepang dan satu dari BPPT-nya Prancis," kata Fadli Syamsudin
Jika dilihat dari hasil sementara penelitian, awan hujan di Indonesia sebagian besar terbentuk di Bengkulu. Awan tersebut bergerak menyebar ke seluruh Benua Maritim Indonesia dan negara-negara lain di dunia. "Pada umumnya awan yang terbentuk berupa awan Cumulonimbus (cb)," kata dia.
Fadli menjelaskan Bengkulu menjadi pusat iklim karena pengaruh kondisi perairan dan topografi wilayah yang menjadi lokasi awal proses terbentuknya awan hujan. "Bukan Sumatera Barat atau atau daerah Jawa lainnya yang menjadi pusat, tetapi Bengkulu karena tidak ada kepulauan di perairan Bengkulu," kata Fadli
Perairan di Provinsi Bengkulu menjadi tempat pertemuan empat arus laut yang akhirnya menjadi daerah tempat proses terjadinya penguapan pembentukan awan hujan yang menjadi musim hujan atau kemarau dan mempengaruhi iklim dunia.
Arus laut yang pertama, dinamakan arus Musim Sepanjang Tahun yang bergerak dari perairan Provinsi Aceh menuju Sumatera Barat dan berakhir di perairan Bengkulu atau bergerak dari barat laut ke tenggara.
Arus tersebut bertemu dengan arus Lintas Indonesia yang bergerak dari selatan Pulau Jawa. Arus Musim Indonesia dari Selat sunda dan arus Khatulistiwa Selatan yang berasal dari Samudra Hindia.
"Dari pertemuan arus tersebut terjadi putaran air dan membentuk awan hujan cukup besar," kata Fadli.
Penelitian dilakukan di perairan Bengkulu menggunakan sejumlah teknologi yang dibawa dengan kapal oleh para peneliti. Di daratan Bengkulu juga dilakukan penelitian menggunakan radar dan balon udara untuk melihat proses terbentuknya awan. "Tim peneliti menemukan proses yang cukup kompleks dari pembentukan cuaca di Bengkulu, tidak seperti daerah atau negara lain," katanya.
Temuan tim antara lain seperti pola pembentukan awan hujan yang tidak biasa. Awan terbentuk tidak sesederhana seperti yang terjadi di daerah lain. "Contohnya, arah angin yang tidak biasa, di atas mengarah ke barat sedangkan di bawah ke timur. Ini menjadi salah satu yang mempengaruhi pembentukan awan hujan," ujarnya.
Sumber: Antara
Editor: Irfan Arif