Apakah Kita Ber-Tuhan atau Kita adalah ‘Tuhan’?

eksistensi diri

Foto ilustrasi, pintrest.id

Kita yang mengaku sebagai kaum “suci”, kaum agamais seringkali terjebak dalam konsep ber-Tuhan yang Humanistik Ateis Praktis. Mengaku ber-Tuhan tapi dalam realita keseharian hidup justru sering mengingkari eksistensi Tuhan. 

Kita menolak dan terlihat sangat benci Filsafat Humanisme Ateistik dalam pidato di tempat Ibadah dan dalam diskusi komunitas religius. Tapi nafsu dan dorongan keinginan diri lebih suka dalam praktik hidup memuja isme-isme atau doktrin refleksi dari pemikiranHumanisme ateistik: Hedonisme, Kapitalisme, Komunisme, Malingisme, Korupsiisme, Selingkuisme dan Brutalisme.

Kita sering mendengar pidato dalam hari-hari penting Ibadah. Pesannya selalu mengingatkan bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang nyaris sempurna, nyaris sederajat, dan punya ciri-ciri kebenaran sifat Tuhan dalam diri manusia: punya cinta kasih, belas kasihan, punya empati dan simpati, punya kata maaf dan hal-hal baik lainnya.

Kenapa masih ada permusuhan, provokasi naratif, pembunuhan karakter lewat ujaran kebencian antar sesama Manusia yang katanya saling mengaku sebagai Ciptaan Tuhan. Apakah nilai materi debu Sumber Penciptaan Manusia beda klasifikasi? Kalau manusia yang baik menggambarkan sifat-sifat Tuhan yang hakiki diciptakan dari debu tanah murni dan sebalikanya manusia yang sering berkonflik diciptakan dan debu tanah Sengketa atau debu tanah Kapling dalam pengawasan Pengadilan dan KPK?

Kita yang mengaku kaum agamais dalam keseharian menjalankan kehidupan sering lebih terjebak ateis praktis, nyaris sama dengan, pola hidup kaum Ateis yang sesungguhnya. Justru kaum agamais sering kelihatan beribadah hanya dalam jubah keagamaan dalam praktek keseharian diluar hari-hari Ibadah, Perayaan Hari-Hari Suci Keagamaan justru menolak Tuhan, menyangkal Tuhan dan tidak mengakui Eksistensi Tuhan.

Kita percaya Tuhan akan menyembuhkan sakit, karena tidak sabar menunggu jawaban Tuhan, kita ke dukun, eh ketipu dukun palsu dan ditipu dukun cabul. Kita percaya berkat rejeki dari Tuhan, tapi berdagang kejar keuntungan dengan mencurangi timbangan, menjual bahan kualitas murah dengan harga mahal. Dalam mencari berkat rejeki, jalan tipu menipu kita lebih hebat daripada kemampuan Tuhan memberi rejeki.

Kita percaya Karir dan Jabatan itu pemberian Tuhan dalam prakteknya berapa banyak uang pelicin dan sogok yang harus dikeluarkan ASN. Ternyata Uang adalah “tuhan” yang mengatur dan menuliskan karier dan jabatan seseorang. Kita percaya percaya Jodoh dari Tuhan tapi kita sering merebut jodoh orang, dengan selingkuh, sebagai WIL atau PIL. Ternyata jodoh suka-suka kita.

Kita pun dalam sikap religuisitas kebaragamaan tidak fokus dan  murni hatinya kepada Tuhan, kita lebih cenderung Hipocrite dalam keberagamaan: atau munafik Ibadah kita bukan untuk memuja dan memuji Tuhan. Tapi ibadah kita untuk meminta pujian manusia. Berdoa Supaya Dilihat Orang. Bersedekah, memberi bantuan supaya di Ekspos supaya terkenal sebagai orang yangrajin memberi. Berpuasa Untuk dilihat orang atau mendapat pujian orang. Sepertinya kalau Ibadah kita hanya diterima Tuhan yang tidak terlihat secara kasat mata kurang greget, kurang wow. Sebaliknya kalau dipuji oleh manusia sebagai sebagai sesama mahkluk kasat mata lebih penting dan lebih bermakna.

Dalam Politik dan Hukum sering lebih takut kekuasaan pemimpin yang jahat dan bengis atau lebih takut penghakiman dan hukuman dari Aparat hukum daripada, kesadaran kita yang harus lebih takut pada kekuasaan dan kekuatan penghakiman Tuhan. Artinya manusia lebih takut manusia bukan takut Tuhan.

Dalam melakukan kejahatan korupsi, tipu menipu dulunya sangat pamali menyebut-nyebut nama Tuhan takut Pamali atau Takut mengalami Kesialan. Sekarang justru Agama dan Nama Tuhan jadi alat ampuh untuk tipu-menipu dan korupsi? 

Apakah kita masih percaya Tuhan sebagai pencipta kita? yang kita percaya mengatur, mengawasi, menguasai serta memelihara kehidupan manusia? atau sepanjang perjalanan hidup kita sudah, sedang dan akan menciptakan "tuhan-tuhan" Imajinatif berupa Idol (Berhala) hasil refleksi dorongan nafsu keinginan hati dan kekuatan dorongan kekuatan mindset. Yang tujuannya untuk melayani nafsu serakah, nafsu kesombongan, nafsu kekuasaan. Idol kita ciptakan hasil dorongan filosofi Humanisme Ateis sebagai bentuk resistensi, penolakan dan pemberontakan kepada TUHAN. 

Kemampuan manusia menciptakan Idol, menunjukkan bahwa eksistensi manusia dapat mengeser dan menggulingkan TUHAN yang sejati dalam hidupnya kapanpun dan dimanapun. Apakah ini bukan ibadah yang terperangkap dalam religiusitas abu-abu atau religiusitas ateisme (Agama berpaham Ateis atau Ateis berpaham Agama)? Ketika penulis membahas hal ini, untuk membangun kesadaran religusitas yang hakiki: kembali beragama yang benar dan ber-TUHAN yang sejati. Dalam hidup ini, ita hanya bisa menyangkal dan menolak Tuhan tapi Kita tidak bisa menghilangkan eksistensi Tuhan. Tuhan Sang Pencipta memiliki otoritas penuh atas mati dan hidup manusia ciptaanNya.

Tuhan-Tuhan Idol (Berhala) hanyalah refleksi imajinatif yang selalu kita ciptakan dan hadirkan dalam sejarah peradaban. Idol akan selalu berubah setiap zaman mengikuti pikiran dan melayani keinginan manusia. Dari refleksi Idol Batu dan Kayu, berubah memuja Idol dalam bentuk konsep Isme-Isme, Filsafat yang berangkat dari doktrin humanisme ateis (menolak eksistensi Tuhan) yang semua untuk memuaskan keinginan dunia yang sementara (Hedonisme). Idol sebagai berhala keinginan hanya bisa kita fungsikan saat kita hidup dan menguasai Idol. Idol akan hilang kalau kita buang, kita tidak ingin memuja atau kita mati. 

Harta, Tahta dan Seks adalah berhala Hedonisme modern, ia tetap hidup kalau manusia masih hidup dan ia akan mati kalau kita mati. Justru Eksistensi Tuhan tetap, konstan dan kekal. Eksistensi manusia dibatasi umur, waktu dan perubahan sejarah peradaban. Tuhan pencipta alam dan manusia, namun manusia sering terjebak mengingkari Tuhan demi memuja sesama manusia dengan membanggakan daya kreasi  pencapaian di alam, lupa memuja dan memuliakn penciptaNya. 

Pendiri Ateis, kapitalis, komunis dan Isme-isme lainya, para raja, rezim-rezim zalim dan jahat akan mati tidak ada yang hidup kekal pasti mati juga. Negara bisa hancur dan terbentuk negara baru lagi, Ekonomi bisa hancur, energi SDA yang tidak terbarukan cadangan terus menipis dan akan habis. Tanpa dukungan SDA yang menyuplai energi listrik Internet akan ShutDown (mati). Apakah yang manusia banggakan dengan eksisten dirinya dan pencapaian-pencapaian di alam jika tidak hidup abadi. Bumi bisa hancur alam rusak dan manusia mati, Tuhan tetap eksist kekal selamanya.

Manusia harus sadar tanggung jawab hidupnya di Alam harus mengelola anugerah pemberian Tuhan dengan sebaik-baiknya dengan penuh rasa tanggung jawab yang besar. Segala sesuatu  berasal dari TUHAN diciptakanNya. Perjalanan hidup manusia sejak lahir sampai mati dalam pengawasan dan pemeliharaan TUHAN. Manusia dengan diberi tanggung jawab mengelola alam, supaya keseimbangan hidup Alam dan Manusia bukan saling merusak dan salin menghancurkan ( manusia merusak alam untuk mendatangkan bencana alam). Tujuan Manusia hidup berkarya dan berkreasi di alam untuk  kemuliaan TUHAN.

Mari bangkitkan kesadaran religuitas untuk fokus beragama yang benar dan ber-TUHAN yang benar. Supaya semua karya kita dalam sejarah kehidupan ini menjadi manusia selalu berada pada track yang benar. Sebagai ciptaan Tuhan yang tercipta menghadirkan kebaikan-kebaikan, untuk selalu membawa rahmat dan anugerah Ilahi atas hidup manusia lainnya dan Alam Semesta. Bukan membawa kehancuran dan kerusakan hidup manusia dan kelestarian alam Semesta.

Penulis: Freddy Watania