Interaktif News – Warga Adat Tanah Serawai menggelar ritual adat “Punjung Tigo Ruang” untuk kebebasan Anton dan Kayun. Aksi unik ini berlangsung di tengah aksi demonstrasi di depan Pengadilan Negeri Tais, Kamis, (17/4/2025).

Anton dan Kayun didakwah atas dugaan pencurian Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit milik PTPN VII Unit Talo-Pino. Sebelumnya Anton dan Kayun ditetapkan sebagai tersangka oleh Satreskrim Polres Seluma pada 9 Februari 2025.

Punjung Tigo Ruang adalah ritual sakral dalam tradisi suku Serawai yang telah dilakukan turun-temurun. Ritual ini dilakukan untuk tujuan tertentu, seperti mencari perlindungan atau dukungan dari Tuhan. Seringkali melibatkan pembakaran kemenyan

Koordinator Aksi, Endang Setiawan mengatakan, prosesi Punjung Tigo Ruang adalah bentuk permohonan kepada Tuhan dan leluhur agar proses hukum terhadap aAnton dan Kayun berjalan adil. Ia pun meminta agar hakim membebaskan Anton dan Kayun.

“Ini bukan sekadar unjuk rasa, tapi bentuk penghormatan dan permohonan kami sebagai masyarakat adat kepada leluhur agar sidang ini berjalan dengan adil dan tidak merugikan anak adat” kata Endang

Dijelaskan Endang, keberadaan masyarakat hukum adat Tanah Serawai di Kabupaten Seluma telah diakui secara resmi melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2022. Perda itu sebagai payung hukum untuk perlindungan dan perjuangan hak-hak warga adat Tanah Serawai.

“Secara hukum pemerintah sudah mengakui keberadaan masyarakat adat sejak dikeluarkannya surat keputusan yang menyatakan bahwa masyarakat adat diakui secara hukum, wilayah, dan hak-haknya yang lain,” kata Endang.

Endang mengaku miris dengan kondisi penegakan hukum yang sangat tajam kepada rakyat kecil. Ia meminta majelis hakim melihat dengan mata hati atas kasus yang menimpa Anton dan Kayun. “Sangat miris melihat masyarakat adat yang dituduh mencuri sawit milik mereka sendiri,” kata dia.

Ketua AMAN Tanah Serawai, Zemi Sipantri turut mengecam kriminalisasi terhadap masyarakat adat. Ia menilai, proses hukum terhadap Anton dan Kayun mencerminkan ketimpangan perlakuan terhadap warga adat yang hanya memanen buah dari tanah warisan leluhur mereka.

“Pengadilan sepatutnya berpihak pada kebenaran. Ini tanah adat, bukan milik perusahaan,” ujar Zemi Sipantri.

Sementara itu, Tim kuasa hukum Anton dan Kayun, Fitriansyah didampingi Oky Alek dan Rendi keberatan atas proses hukum terhadap Anton dan Kayun. Apa yang dilakukan Anton dan Kayun tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Mereka memanen kelapa sawit di tanah sendiri yang dikalim PT. PN VII.

“Kami berharap majelis hakim mengeluarkan putusan niet ontvankelijke verklaard atau NO yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima karena adanya cacat formil,” kata Fitriansyah.

Tim Kuasa Hukum juga menyoroti bahwa salah satu terdakwa masih berstatus di bawah umur, dan meminta majelis hakim mempertimbangkan aspek perlindungan anak dalam proses peradilan.

Reporter: Deni Aliansyah Putra